PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
“Latihan
merupakan gerakan dan kegiatan fisik yang melibatkan penggunaan kelompok otot
besar, seperti latihan kalistenik, jogging, berenang, dan berlari” (Kent dalam
Soni, 2008: 72). “Latihan olahraga merupakan salah satu modulator fungsi
biologis yang bersifat ganda, yakni dapat menimbulkan pengaruh positif
(meningkatkan dan memperbaiki), maupun pengaruh negatif (menurunkan dan
merusak)” (Harjanto dan Santoso dalam Bawono, 2008: 102). Menurut Sugiarto,
“Latihan olahraga yang dilakukan secara baik, teratur, progesif, dan tepat
dosis akan menyebabkan peningkatan sistem adaptasi tubuh” (Bawono, 2008: 103).
Latihan
merupakan salah satu tekanan ekstrim yang diterima oleh tubuh. Adaptasi
fisiologis merupakan bentuk reaksi yang terjadi dalam tubuh untuk
mempertahankan homeostatis tubuh saat menghadapi tekanan latihan olahraga. Ada
empat bentuk adaptasi yang nampak dalam mempertahankan proses homeostatis
tubuh, meliputi adaptasi neuromuscular, adaptasi metabolisme, adaptasi kardiorespiratori,
dan adaptasi otot skelet. Selain empat bentuk adaptasi tersebut, kelelahan otot
merupakan salah bentuk mempertahankan homeostatis tubuh (Roger, 2009: 24).
“Salah satu
bentuk adaptasi otot skelet pada latihan olahraga adalah terjadinya proses hipertropi”
(Fox dalam Pardjiono, 2008: 114). Menurut Guyton dan Hall, (Pardjiono, 2008:
114).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
pengaruh latihan olahraga terhadap mekanisme hipertropi otot skelet?
2. Jelaskan
bentuk-bentuk latihan terhadap hipertropi otot skelet?
3. Bagaimanakah
mekanisme terjadinya kelelahan otot dan macam-macam cedera otot skelet?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan
pengaruh latihan terhadap hipertropi otot skelet.
2. Menjelaskan
bentuk-bentuk latihan terhadap hipertropi otot skelet.
3. Menjelaskan
mekanisme kelelahan otot skelet dan macam-macam cedera otot skelet.
D. Manfaat
1. Manfaat
teoritis
Secara teoritis
penulisan makalah ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang proses
adaptasi apa saja yang dapat terjadi akibat latihan, dan apa asaja pengaruhnya
terhadap otot skelet.
2. Manfaat
Praktis
Dalam penulisan makalah ini, kami
berharap agar para pembaca khususnya masyarakat olahraga (pelatih dan atlet)
untuk lebih memperhatikan dampak yang dapat timbul akibat latihan (Training)
terhadap tubuh khususnya otot skelet, agar dapat dapat menjalankan latihan
dengan prinsip-prinsip yang benar dan dapat mengoptimalkan penampilan.
E.
Definisi
1) Adaptasi
adalah penyesuaian atau pengkondisian akibat pengaruh atau stimulus dari luar
(Badudu, 2001: 7).
2) Adaptasi
olahraga adalah perubahan struktur atau fungsi organ-organ tubuh yang sifatnya
lebih menetap karena latihan fisik yang dilakukan dengan teratur dalam periode
waktu tertentu (Vananen dalam Bawono,2008:103).
3) Latihan
adalah gerakan atau kegiatan fisik yang menggunakan sekelompok otot besar,
seperti latihan kalistenik, dansa, bersepeda, berlari dan lain-lain (Kent dalam
Soni, 2008: 72).
4) Fisiologi
adalah Ilmu yang mempelajari fungsi pada zat hidup dan mencoba menerangkan
faktor-faktor fisik dan kimia yang bertanggung jawab akan asal, perkembangan,
dan gerak maju kehidupa (Dault, 2006: 1).
5) Fisiologi
olahraga adalah suatu diskusi mengenai batas tertinggi bagi sebagian besar
mekanisme tubuh untuk menerima stress (Weineck dalam Pardjiono, 2008: 114).
6) Otot
skelet adalah salah satu jenis otot yang menempel pada rangka dan mempunyai
fungsi untuk gerak tubuh serta dalam menjalankan tugasnya dipengaruhi oleh kehendak
(Dault, 2006: 37).
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
KAJIAN PUSTAKA
A. Latihan
“Latihan olahraga merupakan gerakan
atau kegiatan fisik yang melibatkan penggunaan kelompok otot besar, seperti
dansa, kalistenik, permainan dan aktivitas yang lebih formal seperti jogging, berenang,
dan berlari” (Kent dalam Soni, 2008: 72). Menurut Maladi “Latihan olahraga
adalah suatu bentuk kegiatan jasmani yang terdapat di dalam permainan,
perlombaan dan kegiatan intensif dalam rangka memperoleh relevansi kemenangan
dan prestasi olahraga” (Syarifuddin, 2009: 1).
Acute exercise adalah latihan yang
dilakukan hanya sekali saja atau disebut juga dengan exercise, sedangkan
chronik exercise adalah latihan yang dilakukan secara berulang-ulang sampai
beberapa hari atau bahkan sampai beberapa bulan. Hal penting yang perlu
diperhatikan adalah dengan melakukan Training akan terjadi perubahan penting di
dalam tubuh sedangkan dengan melakukan exercise perubahan yang terjadi kurang
penting. Perubahan yang terjadi saat seseorang melakukan exercise disebut
dengan respon. Sedangkan perubahan yang terjadi karena training disebut
adaptasi ( Bawono, 2008: 104).
B. Prinsip-Prinsip Latihan
Dalam mempelajarai prinsip umum
berolahraga kita perlu memperhatikan tiga disiplin ilmu yaitu: Ilmu Faal
(Fisiologik), Ilmu Jiwa (Psikologik), dan Ilmu Kependidikan (Pedagogik). Dari
ketiga disiplin ilmu tersebut menghasilkan tiga hukum atau prinsip dasar
berolahraga yaitu: hukum pedagogik, hukum psikologik, hukum fisiologik. Dalam
berolahraga dipengaruhi oleh tiga hukum fisiologik, yaitu : hukum overload,
hukum kekhususan (Specificity), dan hukum reversibilitas (Reversibility) (Roger,
2009: 2).
a.
Prinsip overload
“Prinsip overload banyak memperbaiki
dalam kebugaran seorang, sehingga membutuhkan suatu peningkatan beban latihan
yang akan menantang keadaan kebugaran seseorang. Beban latihan berfungsi
sebagai suatu stimulus dan mendatangkan suatu respon dari tubuh” (Roger, 2009:
2).
Hanya dengan prinsip overload atau
pembebanan yang meningkat seacara bertahap akan menghasilkan overkompensasi
dalam kemampuan biologik. Karena itu, bias terjadi beban latihan terlampau
ringan, jauh dibawah demand yang sesungguhnya dan sebaliknya bila proses
pembebanan tersebut berlebihan maka akan terjadi overtraining (Sudrajat dkk,
2000: 28).
b.
Prinsip kekhususan (Specificity)
“Prinsip kekhususan adalah bahwa
beban latihan yang alami menentukan efek latihan”, latihan harus secara khusus
untuk efek yang diinginkan”. “Metode latihan yang diterapkan harus sesuai
dengan kebutuhan latihan”. Beban latihan menjadi spesifik ketika memiliki rasio
... dan struktur pembebanan latihan yang tepat” (Roger, 2009: 3).
c.
Prinsip kebalikan (Reversibility)
Prinsip latihan yang lain adalah
prinsip kebalikaan atau reversibility,
Prinsip kebalikan (reversibility) adalah apabila kita berhenti berlatih maka tubuh kita akan kembali ke keadaan semula atau kondisinya tidak akan meningkat. Tingkat kebugaran akan menurun jika pembebanan latihan tidak dilanjutkan (continued). Dalam pembebanan latihan, tuntutan ini adalah bahwa beban latihan harus berkelanjutan jika kebugaran umum dan khusus terus ditingkatkan, beban latihan harus ditingkatkan secara regular (Roger, 2009: 12).
Prinsip kebalikan (reversibility) adalah apabila kita berhenti berlatih maka tubuh kita akan kembali ke keadaan semula atau kondisinya tidak akan meningkat. Tingkat kebugaran akan menurun jika pembebanan latihan tidak dilanjutkan (continued). Dalam pembebanan latihan, tuntutan ini adalah bahwa beban latihan harus berkelanjutan jika kebugaran umum dan khusus terus ditingkatkan, beban latihan harus ditingkatkan secara regular (Roger, 2009: 12).
C. Fisiologi
Menurut Dault, (2006:
1-2) “Fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi pada zat hidup, yang mencoba
... menerangkan faktor-faktor fisik dari kimia yang bertanggung jawab akan
asal, perkembangan, dan gerak maju kehidupan”. Dia menambahkan, “dalam
fisiologi manusia lebih membahas tentang sel, jaringan, organ, sistem organ
dalam tubuh” ....
D. Fisiologi Olahraga
“Fisiologi olahraga
adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia ... pada waktu olahraga”. “Fisiologi
olahraga ... berusaha untuk mempelajari efek latihan terhadap tubuh,
mempelajari bagaimana efisiensi tubuh manusia yang dapat diperbaiki dengan latihan”
(Claudius, 2009: 3).
Fisiologi olahraga
merupakan suatu diskusi mengenai batas tertinggi bagi sebagian besar mekanisme
tubuh untuk menerima stress. Misalnya pada seseorang yang menderita demam yang
sangat tinggi, mendekati tingkat letal, metabolisme tubuh meningkat sekitar 100
% di atas normal. Sebagai pembandinya yaitu metabolisme tubuh selama lari
marathon, meningkat sampai 2000 % di atas normal (Weineck dalam Pardjiono,
2008: 114).
E. Otot
“Otot digunakan untuk
menggerakkan bagian tubuh, dengan cara berkontraksi, kalau dikaitkan dengan
kegiatan manusia fungsi otot memiliki urutan teratas ... terutama dalam latihan
olahraga”. “ Otot yang terlatih akan menyebabkan otot tersebut menjadi lebih
efisien artinya dalam pekerjaanya otot tersebut akan memerlukan relatif sedikit
tenaga dibanding otot yang tak terlatih” (Tjaliek, 1992: 70). “Berdasarkan
stuktur dan sifat fisiologik, otot dibagi menjadi 3 jenis, yakni otot skelet,
otot polos dan otot jantung”, khusus untuk pergerakan tubuh dilakukan oleh otot
skelet saja”. Hampir 50% tubuh tersusun oleh otot, sekitar 40%-nya adalah otot
skelet, dan 5-10%-nya adalah otot polos dan otot jantung” (Guyton dan Hall,
dalam Pardjiono 2008: 112).
F.
Otot
Skelet
Berdasarkan uraian di
atas, salah satu jenis otot pada manusia adalah otot skelet atau otot rangka. Otot
ini kebanyakan melekat pada tulang sehingga disebut sebagai otot rangka atau
tulang. Penampang otot skelet jika diamati dengan mikroskop akan nampak seperti
lurik. Otot ini memiliki sifat bisa diperintah oleh kehendak (voluntary),
artinya dalam proses pemendekanya tergantung kepada kemauan atau kehendak. Otot
skelet ada dua macam yakni otot merah atau slow twich dan otot putih atau fast
twich. Otot merah kontraksinya lambat memiliki banyak pembuluh darah, power
tidak begitu besar, tetapi tahan lama. Otot putih kontraksinya cepat, tidak
banyak mengandung pembuluh darah, power tidak begitu besar, dan tetapi tidak
tahan tahan lama dalam melakukan kontraksinya ( Tjaliek, 1992: 73).
Gibson:1995: 34). “Otot
skelet terdiri beberapa komponen, yaitu sarkolema, myofibril, dan sarkoplasma”
(Thibodeau dan patton dalam Pardjiono, 2008: 113-114). “Sarkolema adalah
membran sel serabut otot yang terdiri dari membran plasma dan lapisan luarnya
terdiri dari lapisan polisakarida dan mengandung banyak serat kolagen”.
“Ujung-ujung serabut otot yang dilapisi sarkolema akan menyatu ... dan
bergabung dengan serat tendon otot”. “Beberapa serat tendon otot akan bergabung
menjadi berkas otot membentuk tendon otot dan melekat pada tulang (Guyton dan
Hall dalam Pardjiono, 2008: 113).
Menurut Guyton dan Hall, “Tiap-tiap serabut otot mengandung beratus-ratus bahkan beribu-ribu myofibril yang terdiri dari filament aktin dan myosin, yang terlihat sebagai bintik-bintik pada potongan melintang”. Selain itu, “Filamen aktin dan myosin ... berperan dalam kontraksi otot” . “Pita gelap tebal disebut pita A, bersifat anisotop, terdiri dari filament myosin yang tersusun parallel”. Sedangkan, “Pita terang lebar disebut pita I, bersifat isotrop, terdiri dari filament aktin yang terbagi menjadi dua yang simetris oleh sebuah pita A terdapat pita yang lebih terang dan lebar, juga membagi dua simetris pita A, disebut pita H”. Daerah yang terletak diantara dua pita Z disebut sarkomer” (Pardjiono, 2008: 114).
Menurut Patton,Fuch dan Hille, “Myofibril terbagi menjadi dua yaitu miofilamen atau filament myosin lebarnya 10-14 nm dengan panjang 1,6m, sedangkan filament aktin lebarnya 7 nm dan panjangnya” (Pardjiono,2008: 113).
Menurut Guyton dan Hall, “Tiap-tiap serabut otot mengandung beratus-ratus bahkan beribu-ribu myofibril yang terdiri dari filament aktin dan myosin, yang terlihat sebagai bintik-bintik pada potongan melintang”. Selain itu, “Filamen aktin dan myosin ... berperan dalam kontraksi otot” . “Pita gelap tebal disebut pita A, bersifat anisotop, terdiri dari filament myosin yang tersusun parallel”. Sedangkan, “Pita terang lebar disebut pita I, bersifat isotrop, terdiri dari filament aktin yang terbagi menjadi dua yang simetris oleh sebuah pita A terdapat pita yang lebih terang dan lebar, juga membagi dua simetris pita A, disebut pita H”. Daerah yang terletak diantara dua pita Z disebut sarkomer” (Pardjiono, 2008: 114).
Menurut Patton,Fuch dan Hille, “Myofibril terbagi menjadi dua yaitu miofilamen atau filament myosin lebarnya 10-14 nm dengan panjang 1,6m, sedangkan filament aktin lebarnya 7 nm dan panjangnya” (Pardjiono,2008: 113).
G.
Adaptasi
Latihan
Menurut Sugiarto,
“ketika tubuh melakukan latihan fisik yang merupakan suatu bentuk stressor
fisik dapat menyebabkan gangguan homeostatik, dan tubuh akan memberikan
tanggapan berupa mekanisme umpan balik negatif” ( Bawono, 2008: 103).
Tanggapan tersebut berupa :
Tanggapan tersebut berupa :
1. Respon
“jawab sewaktu’’ adalah perubahan fungsi organ tubuh yang bersifat sementara
dan berlangsung tiba-tiba, sebagai akibat dari aktivitas fisik. Perubahan
fungsi ini akan segera hilang dengan segera dan kembali normal setelah
aktivitas dihentikan.
2. Adaptasi
“ jawab lambat adalah perubahan struktur atau fungsi organ- organ tubuh yang
sifatnya lebih menetap karena latihan fisik yang lebih dilakukan dengan teratur
dalam periode waktu tertentu (Vaananen dalam Bawono, 2008: 103).
“Reaksi
adaptasi hanya akan timbul apabila beban latihan yang diberikan intensitasnya
cukup memadai dan berlangsung cukup lama” (Vaananen dalam Bawono, 2008). Jadi
latihan harus dilakukan dalam training zone dan durasi latihan dilakukan dalam
waktu yang cukup lama. Menurut Supriadi, “chronic training adalah latihan yang
dilakukan secara berulang-ulang sampai beberapa hari atau sampai beberapa bulan
(Training)” (Bawono, 2008:103). “ Perubahan yang terjadi karena training
disebut dengan adaptasi, salah satu bentuk adaptasi otot skelet pada olahraga,
diantaranya terjadinya hipertropi otot, kelelahan otot ” (Tjaliek, 1992: 45).
H.
Hipertropi
Otot Skelet
“Dengan
olahraga otot dapat mengalami hipertropi, karena selama kita latihan
menghasilkan faktor-faktor yang … mempengaruhi terjadinya hipertropi otot.’’
Sedangkan, “ Mekanisme hipertropi otot skelet dapat terjadi karena beberapa
factor, antara lain hormon pertumbuhan,IGF-1, sintesa protein miofibrilar,
sintesa aktin protein aktin mRNA, aktifitas aktin promoter, rintangan dari
ubiquitin ligases tertentu serta famili integrin yang secara umum sampai saat
ini telah diketahui dapat berfungsi sebagai ‘’ promotor’’ atau ‘’inisiator’’
pada sel otot skelet untuk modulasi hipertropi otot " (Weineck dalam
Pardjiono, 2008: 115). Calcineurin juga berperan dalam proses hipertropi otot,
… yakni calmodulin-dependen phosphatase yang penting sekali dalam memberikan
sinyal pada keadaan yang kelebihan muatan serat otot yang mengalami hipertropi
otot (Astrand, Rodahl, Dahl dalam Pardjiono, 2008: 119). Kegunaan calcineurin
dalam dalam hipertropi otot dengan beragam perintang farmakologi calcineurin.
Calcineurin diaktifkan dalam otot yang terlalu berat melalui peningkatan kronis
dalam kalsium intraselular yang terjadi di bawah kondisi yang kelebihan muatan
sebagai hasilnya dari suatu penggandaan syaraf yang di tengahi aktifasi serat
otot dan muatan yang bersangkutan meningkat dalam IGF-1 (Weineck dalam
Pardjiono, 2008). Sekali diaktifkan, calcineurin memberikan sinyal ke bawah gen
yang terlibat dalam pengaturan ukuran serat otot melalui desphophorylation dari
factor transkipsi substratnya, factor nuklir sel T yang diaktifkan (NFAT)
(Selman, De Ruisseau dan Betters dalam Pardjiono,2008:117). Beragam isoform
NFAT mampu untuk mengakifkan beragam gen, yang telah diimplikasikan dalam serat
otot yang lemah dan gen otot yang hipertropi. Calcineurin diperlukan hanya pada
waktu yang spesifik dan pertumbuhan kembali otot dari otot yang atropi, dan
waktu ini beragam diantara beragam diantara otot cepat dan lambat (De Vol,
Rotwein dan Sadow,dalam Pardjiono, 2008).
Rintangan dari ubiquitin
ligases tertentu juga berperan dalam hipertropi otot. Myostastin terdapat dalam
otot yang mengalami hipertropi,peregangan otot dapat meningkatkan protein
myostatin, sebaliknya ketika pada waktu terjadi muatan singkat menghalangi
selama peregangan. Kondisi yang kuat untuk pertumbuhan pada pengaturan otot
myostatin adalah setelah lahir. Rintangan dari sintesa glikogen kinase-3a oleh
suatu muatan negatif yang dominan atau LICI dihubungkan dengan suatu perluasan
dari C2C12 myotubes dalam turunan (Amstrong,Wong dan Esser,dalam Pardjiono,
2008: 116 ).
Aktifasi’’ eksternal ’’
integrin dapat disebabkan oleh signaling transduction dari senyawa aggrin yang
serupa integrin pada neuromuscular junction dan nitric oxide (NO) yang
disekresi olek ujung serabut saraf (Selman,De Ruisseau dan Betters,dalam
Pardjiono, 2008: 117). Sedangkan “ signaling transduktion pathways intraselular
atau ‘’internal’’ secara garis besar meliputi dua tahap”. “Tahap pertama
signaling transduction pathways terjadi sampai pada tingkat modulasi transkipsi
gen”, modulasi tersebut juga berjalan secara berjenjang secara cascade (De Vol,
Rotwein dan Sadow,dalam Pardjiono, 2008 : 117). Selanjutnya, adalah “ Tahap
kedua, signaling transduction pathways terjadi pada tingkat transkipsi gen (
inisiator dan inhibitor)”. “ Genetik renspons diawali dengan proses transkipsi,
Proses ini sangat penting untuik diketahui, sebab proses tersebut terjadi
secara pesifik pada gen yang terkait dengan biologis otot skelet. Proses
transkipsi terdiri dari transcription-initiator factor dan transciption-
inhibitor factor’’. “Kedua macam senyawa tersebut berupa senyawa activator
domain dan inhibitory domain kedua domain tersebut mempunyai ikatan pada DNA
(DNA binding domain)” (Adams dan Haddad, dalam Pardjiono, 2008: 115).
Selanjutnya serangkaian mekenisme hipertropi otot tersebut adalah terbentuknya berbagai macam protein baik yang bersifat structural (terutama actin dan miosin) dan berbagai enzim untuk kepentingan metabolisme sel. Namun sampai saat ini proporsi sitesis semacam protein terutama yang menyangkut jumlah aktin dan miosin belum diketahui dengan jelas (Astrand, Rodahl dan K, Dahl dalam Pardjiono, 2008: 114).
Selanjutnya serangkaian mekenisme hipertropi otot tersebut adalah terbentuknya berbagai macam protein baik yang bersifat structural (terutama actin dan miosin) dan berbagai enzim untuk kepentingan metabolisme sel. Namun sampai saat ini proporsi sitesis semacam protein terutama yang menyangkut jumlah aktin dan miosin belum diketahui dengan jelas (Astrand, Rodahl dan K, Dahl dalam Pardjiono, 2008: 114).
I.
Mekanisme
kelelahan otot skelet
Setiap otot
berkontraksi akan terjadi asam laktat. Makin tinggi intensitas latihan makin
banyak asam laktat yang terbentuk dan untuk mengurangi asam laktat diperlukan
oksidasi .... Bila O2 yang masuk kedalam otot relatif sedikit bila dibanding
dengan kebutuhan proses oksidasi, dapat dipastikan makin lama jumlah asam
laktat akan bertambah banyak. Kadar asam laktat dalam otot mencapai 0,3%-0.6%,
maka otot tak dapat bereaksi lagi terhadap rangsang, sehingga otot tersebut
dapat dikatakan leleh total …. “ Bertambah banyaknya asam laktat ini dapat
menghalangi rangsang yang dibawa oleh saraf menuju otot, sehingga tidak semua
rangsang sampai pada otot dan otot akan berkurang kekuatannya.” “ Dengan
demikian seseorang yang mempunyai kemampuan mengambil O2 yang baik saat latihan,
ia tidak mudah lelah.’’ “ Apabila seseorang mengalami kelelahan akibat latihan,
kemudian istirahat, maka setelah beberapa waktu ia akan pulih dengan ditandai
kekuatan otot yang lebih besar. Keadaan ini dikenal dengan recovery. Jadi
recovery adalah proses pemulihan kekuatan otot, bukan pemulihan tenaga. Proses
recovery dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Otot
yang lelah karena kada rasam laktat tinggi akibat latihan dengan intensitas
tinggi.
b. Kalau
otot terus digunakan untuk latihan dan pemasukan O2 relatif sedikit, maka makin
lama kadar asam laktat semakin tingi sehingga menghalangi saraf dan kekuatan semaikin
lama makin menurun.
c. Dengan
istirahat maka produksi asam laktat dan dio otot tak selalu ada proses oksidasi
sehingga kadar asam laktat makin kecil, kemudian blokir terhadap rangsang
hilang atau berkurang.
d. Setelah
beristirahat kekuatan otot akan pulih kembali (Tjaliek, 1992: 77-79).
J.
Macam-Macam
Cedera Otot Skelet Saat Latihan
“Selain menyebabkan
adaptasi otot skelet yang bersifat positif, latihan juga dapat menyebabkan
pengaruh negatif ... diantaranya timbulnya berbagai macam cedera otot skelet”
(Harjanto dan Santoso dalam Bawono, 2008: 102). Pertolongan pertama yang
dianjurkan adalah dengan menerapkan metode RICE,” yaitu :
R : rest = istirahat
I : ice = ditempel dengan
iceatau bahan yang dingin
C : compression =
Ditekan dengan bebat elastic
E: elevation = bagian
yang mengalami cedera tadi dinaikkan
(Sumosarjuno, 1996:
157). Berikut akan diuraikan beberapa macam-macam cedera otots kelet:
a. Cedera
achilles tendonitis, cedera ini dengan mudah diketahui apabila tendo ditekan akan
terasa sakit. Rasa sakit akan terasa lebih pada pagi hari, bisa juga saat akhir
atau mulai latihan. Tendo Achilles mudah mengalami cedera apabila peregangan
pada otot betis tidak cukup dilakukan atau bahkan tak melakukan sama sekali.
Dapat juga karena otot betis terlalu kaku, banyak lari, mendapat beban latihan
berat dan kecepatan tinggi. Pertolongan pertama pada cedera ini adalah dengan
istirahat, gosoklah bagian yang sakit dengan es dan akan obat-obat anti
inflamasi. Jangan latihan kecepatan dulu dan kurangi intensitas latihan
(Sumosarjuno, 1996: 178).
b. Cedera
strain “Cedera lain otot skelet akibat latihan olahraga adalah strain atau
pegel-pegel, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Cedera ini disebabkan
oleh latihan yang berlebihan pada otot tertentu” (Aminudin, 2009: 1).
c. Miogelosis “Banyak atlet yang mengeluh bahwa
otot-ototnya, terutama di punggung menjadi keras di beberapa tempat, hal ini
terjadi akibat latihan olahraga yang cukup intensif dan terus-menerus”.
“Keluhan ini disebut dengan miogelosis ... Ada dua macam tipe miogelosis, yakni
yang berbentuk bulat dan memanjang”. “Penyebab miogelosis belum begitu jelas,
namun diduga akibat beban latihan beban lebih terhadap otot yang bersangkutan”
(Sumosarjuno, 1990: 140).
d. Kram otot skelet “Aktifitas [saat] keadaan
otot tidak siap dapat mengakibatkan ketegangan berlebihan yang tidak dapat
dikendalikan ... otot, atau sering disebut dengan kram otot”. “Kram otot
umumnya terjadi pada saat mendekati akhir latihan, kontraksi otot ringan
mula-mula berkembang saat awal latihan, yang bertambah berat saat seseorang
mengalami kelelahan dan berkurang jika kerja otot berkurang”.
Kram otot akan meningkat jika panjang otot dalam keadaan sangat memendek. Otot yang mengalami kram akan tampak sangat tegang, bergerak-gerak di bagian tengahnya ... Kram otot diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan mineral dalam tubuh, khususnya natrium. Keadaan kekurangan cairan dan kelelahan otot juga dipercaya dapat menyebabkan kram otot. Dengan demikian pencegahan kram otot adalah menjaga kondisi tubuh secara umum jika hendak berlatih, mempertahankan nutrisi, perhatikan pemulihan kondisi tubuh jika setelah berlatih berat (Nani, 2009: 4).
Kram otot akan meningkat jika panjang otot dalam keadaan sangat memendek. Otot yang mengalami kram akan tampak sangat tegang, bergerak-gerak di bagian tengahnya ... Kram otot diduga disebabkan oleh ketidakseimbangan mineral dalam tubuh, khususnya natrium. Keadaan kekurangan cairan dan kelelahan otot juga dipercaya dapat menyebabkan kram otot. Dengan demikian pencegahan kram otot adalah menjaga kondisi tubuh secara umum jika hendak berlatih, mempertahankan nutrisi, perhatikan pemulihan kondisi tubuh jika setelah berlatih berat (Nani, 2009: 4).
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengaruh latihan terhadap Hipertropi
Otot Skelet
Dengan olahraga otot dapat mengalami
hipertropi, karena selama kita latihan menghasilkan faktor-faktor yang
mmempengaruhi terjadinya hipertropi otot. Sedangkan, Mekanisme hipertropi otot
skelet dapat terjadi karena beberapa factor, antara lain hormon pertumbuhan,IGF-1,
sintesa protein miofibrilar, sintesa aktin protein aktin mRNA, aktifitas aktin
promoter, rintangan dari ubiquitin ligases tertentu serta famili integrin yang
secara umum sampai saat ini telah diketahui dapat berfungsi sebagai ‘promotor’’
atau ‘’inisiator’’ pada sel otot skelet untuk modulasi hipertropi otot. Tidak
semua latihan fisik dapat menyebabkan hipertropi otot, pada intinya latihan
dengan prinsip-prinsip yang benar, seperti overload progession yang dapat
menyebabkan hipertropi otot skelet.
Selain mekanisme hipertropi, otot juga dapat mengalami hiperplasia yakni bertambahnya jumlah sel akibat pembelahan. Mekanisme terjadinya hiperplasia otot skelet sangat jarang terjadi dibandingkan dengan mekanisme hipertropi otot skelet.
Selain mekanisme hipertropi, otot juga dapat mengalami hiperplasia yakni bertambahnya jumlah sel akibat pembelahan. Mekanisme terjadinya hiperplasia otot skelet sangat jarang terjadi dibandingkan dengan mekanisme hipertropi otot skelet.
B. Bentuk bentuk latihan terhadap
hipertropi otot skelet
Mekanisme terjadinya hipertropi otot skelet juga
dipengaruhi oleh bentuk-bentuk latihan. Pada umumnya apapun bentuk latihannya,
kalau dilakukan dengan prinsip-prinsip yang tepat dan benar dapat menyebabkan
hipertropi otot skelet. Ketika otot skelet mengalami hipertropi,
serabut-serabut myofibril aktin dan myosin yang berperan dalam proses kontaksi
otot mengalami penambahan, selain itu enzim untuk metabolisme energi juga
bertambah. Berikut beberpa bentuk latihan yng berhubungan dengan hipertropi
otot diantarnya:
1.
Latihan kekuatan, apabila latihan
kekuatan dilakukan dengan prinsip-prinsip yang benar maka hipertropi otot akan
terjadi. Latihan kekuatan sangat penting untuk kekuatan otot, apabila latihan
ini mengalami penurunan akan berlangsung hukum kebalikan.
2.
Latihan beban, latihan beban atau
weight training memang sangat berhubungan dengan hipertropi otot skelet. Tujuan
dari latihan beban adalah melatih otot-otot tubuh, supaya mengalami peningkatan
kekuatan. Intinya dengan latihan beban yang terkonsep dan teratur dapat
menyebabkan penambahan masa serabut otot.
3.
Latihan daya tahan, jenis latihan
ini juga dapat mengakibatkan hipertropi otot, namun sangat sedikit. Adaptasi
terbesar yang disebabkan oleh latihan ini adalah adaptasi biokimiawi dalam
tubuh.
C. Mekanisme Terjadinya Kelelahan Otot
dan Macam-Macam Cedera Otot Skelet
Saat otot mengalami kontraksi dapat
menghasilkan asam laktat, kadar asam laktat akan mengalami peningkatan dalam
otot saat jmlah oksigen dan intensitas latihan tinggi. Asam laktat berhubungan
dengan kelelahan otot, bahkan sebagian orang menganggap bahwa asam laktat
merupakan penyebab utama terjadinya kelelahan otot. Padahal selain asam laktat
ada dua factor lain yang memilki peranan yang cukup untuk terjadinya kelelahan
otot, yakni naiknya denyut jantung yang semakin tinggi dan kehabisan simpanan
glikogen dalam otot.
Oleh karena itu melakukan praktek karbohidrat loading sebelum pertandingan yang melelahkan dan intensitas tinggi perlu dilakukan untuk menjaga simpanan glikogen dalam otot. Apabila terjadi kelelahan otot, maka istirahat aktif maupun pasif sangat diperlukan. Sebaliknya jika dalam keadaan kelelahan kita tetap melakukan aktivitas atau latihan kadar asam laktat dan denyut jantung akan semakin tinggi, dan cadangan glikogen semakin menurun akibatnya kekuatan semakin menurun, dan bahkan dapat terjadi berbagai macam cedera otot. Cedera otot yang terjadi akibat kelelahan diantarannya cedera strain. miogelosis, dan kram otot.
Oleh karena itu melakukan praktek karbohidrat loading sebelum pertandingan yang melelahkan dan intensitas tinggi perlu dilakukan untuk menjaga simpanan glikogen dalam otot. Apabila terjadi kelelahan otot, maka istirahat aktif maupun pasif sangat diperlukan. Sebaliknya jika dalam keadaan kelelahan kita tetap melakukan aktivitas atau latihan kadar asam laktat dan denyut jantung akan semakin tinggi, dan cadangan glikogen semakin menurun akibatnya kekuatan semakin menurun, dan bahkan dapat terjadi berbagai macam cedera otot. Cedera otot yang terjadi akibat kelelahan diantarannya cedera strain. miogelosis, dan kram otot.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
A. Simpulan
1.
Dengan olahraga dapat menyebabkan
hipertrofi otot skelet, karena selam kita latihan dapat menghasilkan
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hipertropi otot skelet. Latihan yang
overload progessive adalah salah satu prinsip latihan yang benar untuk menyebabkan
mekanisme hipertropi otot skelet. Sedangkan sangan jarang dan sedikit sekali
latihan dsapat mempengaruhi mekanisme hiperplasia.
2.
Bentuk-bentuk latihan yang dapat
mempengaruhi hipertropi otot skelet diantaranya adalah latihan kekuatan,
latihan beban serta latihan daya tahan. Latihan beban dan latihan kekuatan
sangat berhubungan, kedua macam latihan tersebut apabila dilakukan dengan
prinsip-prinsip yang benar dapat menyebabkan hipertropi otot skelet. Sedangkan
latihan daya tahan sangat sedikit sekali dapat menyebabkan hipertropi otot
skelet. .
3.
Kelelahan otot adalah suatu keadaan
dimana kadar asam laktat semakin tinggi akibat latihan intensitasnya tinggi dan
bertambah banyaknya asam laktat ini dapat menghalangi rangsang yang dibawa oleh
saraf menuju otot, sehingga tidak semua rangsang sampai pada otot dan otot akan
berkurang kekuatannya. Saat dalam keadaan kelelahan kita memaksakam untuk
berlatih dengan intensitas yang tinggi dan durasi yang lama dapat menyebabkan
berbagai macam cedera yang timbul, diantaranya cedera strain, miogelosis, dan
kram otot.
B. Saran
1.
Perlu diadakan penelitian lebih
lanjut mengenai pengaruh latihan dan hipertropi otot skelet untuk mempertajam
pengetahuan yang sudah ada selama ini.
2.
Pelatih dan atlet harus lebih
memperhatikan lagi faktor fisiologi tubuh, khususnya otot skelet hubungannya
dengan latihan, guna memperoleh penampilan yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Aminudin. 2009. Cedera Otot Pada
Olahraga Futsal.Http://mediascastore.com. diakses pada tanggal 25 februari 2010
jam 14.00.
Badudu. Sutan, Mohamad. 2001. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Bawono, M.N. 2008. Adaptasi latihan
aerobic terhadap stress oksidatif dan antioksidan. Jurnal Ilmu Keolahragaan.
5(2): 102-110.
Cahyani, N. 2006. Pengaruh latihan terhadap
kerja otot rangka. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Carlson, N. R.1994. Physiology
ofbehaviour,5Th Ed, USA. Allyn and Bacon, Paramount Publish.
Claudius. 2009. Pengertian Fisiologi
Olahraga.
http://ikorsportscience.blogspot.com. Diakses
padatanggal 26 maret 2010 jam 14.00.
Dault, Adhyaksa. 2007. Ilmu Faal.
Jakarta: Cerdas Jaya.
Gibson, J.1995. Fisiologi Dan Anatomi
Modern Untuk Perawat. Jakarta. EGC. Hlm: 75-78.
Mountcastle,V.B.1980. Medical
physiology.14Th.Ed. USA The C.V. Mosby Company. Pp; 1349-1364.
Nani. 2009. Kram Otot Pada Olahraga.
http://Nani.Kramp-otot-pada-olahraga.html./. Diakses pada tanggal 24 februari
2010 jam 15.00
Patton, Fuchs, Hille, et all. 1990. Text
book of physiology. 21Th. Ed. USA.W.B. Saunders Company. Pp:1461-1470, 1584.
Pardjiono, 2008. Hipertropi otot skelet
pada olahraga. Jurnal ilmu keolahragaan.5(2):111-119.
Roger. 2009. Prinsip umum berolahraga.
http://twdroger.blogspot.com/2009/10/prinsip-umum-or.html.
diakses pada tanggal 14 februari 2010 juam 12.15.
Syarifuddin, Aip. 1990. Belajar Aktif
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan SMP. Jakarta: Grasindo. Soni. 2008. Pengaruh
Pemberian Latihan Fisik Terhadap Peningkatan kadar HB dan VO2max. jurnal ilmu
keolahragaan.5(2): 71-85.
Sumosarjuno, Sadoso. 1990. Petunjuk
praktis Kesehatan dan olahraga 2. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sumosarjuno, Sadoso.1996. Sehat dan
Bugar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sudrajat, Prawirasaputra. Lutan, Rusli.
Ucup. 2000. Dasar-Dasar Kepelatihan. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.
Tjaliek. 1992. Ilmu Faal. Jakarta.
Depaetemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Thibodeau,G.U. and Patton, K.T. 1996. Anthoni’s tex book ofanatomy
Thibodeau,G.U. and Patton, K.T. 1996. Anthoni’s tex book ofanatomy
andphisiology,15Th.Ed. St Louis Mosby
year Book inc.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih, Komentar dan saran...
Sukses Selalu