Labels

Monday, 11 January 2016

Teori Pembelajaran Teori WILLIAM KAYE ESTES

TEORI PEMBELAJARAN WILLIAM KAYE ESTES
Oleh :
ABSTRAK
Era modern saat ini terdapat berbagai macam gaya pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Dari berbagai macam gaya tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu agar para mahasiswa lebih aktif dan terjadi perubahan perilaku akibat proses belajar tersebut, Makalah ini bertujuan untuk mengetahui teori yang dikemukakan oleh William Kaye Estes yang lebih dikenal dengan sebutan teori Estes.
William Kaye Estes lahir pada tahun 1919, mengawali karir profesionalnya di University Of Indiana. Estes kemudian pindah ke Stanford University dan selanjutnya ke Rockfeller University dan mengakhiri kariernya di Harvard di mana dia mendapat gelar profesor emeritus. Konsep teoritis utama William Kaye Estes: Asumsi 1 yaitu situasi belajar terdiri dari banyak elemen stimulus dalam jumlah tertentu. Asumsi 2 yaitu semua respon yang diberikan dalam situasi eksperimental dapat digolongkan menjadi dua kategori. Asumsi 3 yaitu semua elemen di S diletakkan dengan A1 atau A2. Asumsi 4 yaitu pembelajaran terbatas kemampuannya dalam mengalami S. Asumsi 5 yaitu percobaan belajar berakhir ketika respon terjadi. Asumsi 6 yaitu elemen di theta dikembalikan ke S pada akhir percobaan. Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, maka Estes mengemukakan empat konsep teoritis utama: 1. Generalisasi (Dari situasi belajar awal ke situasi belajar lainnya dapat dengan mudah dijelaskan dengan teori sampling stimulus), 2. Pelenyapan (Dalam pelenyapan satu percobaan biasanya diakhiri setelah subjek melakukan sesuatu selain A1, elemen stimulus yang sebelumnya dikondisikan ke A1 pelan-pelan akan kembali lagi ke A2), 3. Pemulihan spontan (Munculnya kembali respon yang dikondisikan setelah respon itu mengalami pelenyapan), 4. Pencocokan probabilitas (Eksperimen pencocokan probabilitas tradisional adalah menggunakan sinyal cahaya yang diikuti satu atau dua cahaya lain. Ketika sinyal menyala, subjek percobaan menduga cahaya mana dari dua cahaya lain yang akan muncul). Estes menyederhanakan pendapat ini dengan mengelompokkan semua respon yang ada ke dalam dua kategori, yaitu respon yang menghasilkan hasil tertentu dan respon yang tidak. Sebagai contoh, Estes hanya akan mencatat apakah seorang pemain bola basket berhasil memasukkan bola ke keranjang atau tidak, tanpa memandang jumlah kotraksi otot yang tidak terhitung banyaknya yang menghasilkan salah satu dari dua hal di atas.
Belajar menurut Estes bukan hanya hubungan stimulus dan respon, tetapi juga terdapat hubungan response dan outcome, yaitu belajar dan mengingat yang akan menimbulkan konsekuensi tertentu sehingga subjek melakukan tindakan.



Kata Kunci : Teori Pembelajaran, William Kaye Estes, Model Stimulus Sampling


DAFTAR ISI

                                                                                               Halaman

ABSTRAK................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
A.  Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B.  Rumusan Masalah................................................................................. 2
C.  Tujuan ................................................................................................... 2
D.  Manfaat ................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................... 3
A.  William Kaye Estes............................................................................... 3
B.  Konsep Teoretis Utama......................................................................... 4
C.  Model Belajar Markov Menurut Estes.................................................. 8
D.  Estes dan Psikologi Kognitif................................................................. 9
E.   Model Array Kognitif, Klasifikasi dan Kategorisasi.......................... 10
F.   Model Array Mengasumsikan Hubungan Stimulus Multiplikatif....... 11
G.  Pandangan Estes tentang Perang Penguatan....................................... 13
H.  Belajar untuk Belajar........................................................................... 13
I.     Evaluasi Teori Estes............................................................................ 14


BAB III PENUTUP................................................................................ 18
A.  Kesimpulan.......................................................................................... 18
B.  Saran.................................................................................................... 18


DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 19
LAMPIRAN............................................................................................ 20




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Era modern saat ini, khususnya di Indonesia banyak terdapat berbagai macam gaya pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran. Dari berbagai macam gaya tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu agar para mahasiswa lebih aktif dan terjadi perubahan perilaku akibat proses belajar tersebut, diantaranya dari hal tidak bisa menjadi bisa, hal sederhana menjadi kompleks.
Para pendidik atau pengajar pada saat ini dapat melakukan tugas dengan baik karena pendidik mengetahui tentang teori-teori terdahulu yang menjadi sebuah acuan bagaimana pendekatan dan metode yang digunakan pada peserta didik untuk mengoptimalkan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dari proses belajar tersebut, yaitu pesan yang disampaikan oleh pendidik dapat diterima dan dipahami serta diaplikasikan dalam kehidupan peserta didik.
Salah satu tren era modern saat ini dalam teori belajar adalah menjauhi teori yang luas dan komprehensif dan menuju ke sistem yang lebih kecil. Para periset memfokuskan diri pada suatu area yang mereka minati dan mengeksplorasinya secara menyeluruh. Keluasaan akan mengorbankan kedalaman. Contoh dari tren ini apa yang disebut sebagai teoretisi belajar statistik, yang berusaha membangun minisistem yang kukuh untuk meneliti sederetan fenomena belajar. Salah satu yang paling awal adalah teori menurut Estes pada tahun 1950, (B.R Hergenhah dan Matthew h. Olson, 2008: 250).
Dari penjelasan di atas, maka dalam makalah ini penulis akan menjelaskan tentang teori yang dikemukakan oleh William Kaye Estes yang lebih dikenal dengan sebutan teori Estes.
B.       Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah:
1.    Siapa William Kaye Estes?
2.    Teori apa yang dikemukakan oleh Estes?
3.    Bagaimana teori yang dikemukakan oleh Estes?
C.      Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui apa saja dan bagaimana implementasi dari teori yang dikemukan oleh Estes.
D.      Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1.    Bagi Mahasiswa
Dapat mengetahui pengetahuan tentang teori belajar menurut Estes dan manfaat yang dapat diterapkan dalam proses belajar saat ini.
2.    Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah
Diharapkan dapat membimbing dan mengarahkan penulis, mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan tentang teori belajar menurut Estes dan manfaat yang akan ditimbulkan dari teori tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

A.      William Kaye Estes
William Kaye Estes lahir pada tahun 1919, mengawali karier profesionalnya di University Of Indiana. Estes kemudian pindah ke Stanford University dan selanjutnya ke Rockfeller University dan mengakhiri kariernya di Harvard di mana dia mendapat gelar profesor emeritus, (B.R Hergenhah dan Matthew H. Olson, 2008: 250).
Pada 1997 Estes dianugerahi Medal of Science yang merupakan penghargaan tertinggi yang diberikan oleh National Sience Foundation. Penghargaan ini diberikan berkat jasanya bagi teori kognisi dan belajar fundamental yang mengubah bidang psikologi eksperimental dan memicu perkembangan ilmu kognitif kuantitatif. Metode modeling kuantitatif dan penekanannya pada ketepatan dan ketelitian telah menjadi standar bagi ilmu psikologi modern.
William K. Estes belajar bersama Skinner ketika Skinner berada di Universitas Minnesota dan di sana pula ia menerima gelar Ph.D-nya di bidang psikologi pada tahun 1943. Karya bersama Estes dengan Skinner mengenai efek hukuman menghasilkan kontribusi penting bagi pemikir Skinner dalam topik tersebut. Bagaimanapun juga, minatnya untuk membangun model-model pembelajaran matematis telah memisahkan arah yang ditempuhnya dari antiteoretis Skinner. Selain itu, asumsi-asumsi dalam teori Estes nampak lebih memperlihatkan pengaruh Guthrie yang tidak pernah menjadi rekan studinya, karena pengaruh Skinner.
B.       Konsep Teoretis Utama
Ada beberapa asumsi yang dibuat oleh Estes menurut B.R Hergenhah dan Matthew H. Olson (2008: 251) yang dijabarkan sebagai berikut:
Asumsi 1. Situasi belajar terdiri dari banyak elemen stimulus dalam jumlah tertentu. Elemen-elemen ini terdiri dari banyak hal yang dapat dialami pembelajar pada awal percobaan belajar. Stimuli-stimuli itu bisa mencakup kejadian eksperimental seperti cahaya, suara berisik, materi verbal yang disajikan dalam drum memori, palang dalam kotak Skinner, jalur T. Stimuli itu juga bisa stimuli yang dapat diubah atau stimuli sementara seperti perilaku eksperimenter, suhu, suara tambahan di dalam dan di luar ruang dan kondisi di dalam diri subjek eksperimen seperti keletihan atau sakit kepala. Semua elemen stimulus ini secara kolektif disimbolkan sebagai S. Sekali lagi, S adalah jumlah total dari stimuli yang mengiringi satu percobaan dalam situasi belajar.
Asumsi 2. Semua respon yang diberikan dalam situasi eksperimen dapat digolongkan menjadi dua kategori. Jika responnya adalah yang dicari oleh eksperimenter (seperti keluarnya air liur, mata berkedip, menekan palang, berbelok ke kanan di jalur T, atau melafalkan suku kata yang tak bermakna dengan benar), ini dinamakan respon A1. Jika responnya adalah bukan yang dicari oleh eksperimenter diberi label A2. Jadi, Estes membagi semua respon yang mungkin muncul dalam eksperimen belajar menjadi dua kelompok, (A1) respon yang benar atau (A2) respon yang lainnya.
Asumsi 3. Semua elemen di S dilekatkan dengan A1 atau A2. Ini adalah situasi all or nothing. Semua unsur stimulus dalam S adalah dikondisikan ke respon yang diinginkan atau benar (A1) atau ke respon yang tidak relevan atau salah (A2). Pada awal eksperimen, hampir semua stimuli akan dikondisikan ke A2 akan menimbulkan respon A2. Respon yang benar terjadi hanya setelah respon dihubungkan dengan stimuli dalam konteks eksperimental.
Asumsi 4. Pembelajar terbatas kemampuannya dalam mengalami S. Pembelajar mengalami hanya sebagian dari stimuli yang tersedia pada setiap percobaan belajar dan besarnya sampel diasumsikan tetap konstan di sepanjang eksperimen. Proporsi konstan dari S yang dialami pada awal setiap percobaan belajar dilambangkan dengan ÆŸ (theta). Sesudah setiap percobaan, elemen ÆŸ dikembalikan ke S. Jadi teori Estes mengamsusikan sampling dengan penggantian (sampling with replacement). Elemen-elemen yang dijadikan sampel pada satu percobaan mungkin akan dijadikan sampel lagi pada percobaan selanjutnya.
Asumsi 5. Percobaan belajar berakhir ketika respon terjadi, jika respon A1 menghentikan percobaan elemen-elemen stimulus dikondisikan dalam respon A1.
Asumsi 6. Karena Elemen di (ÆŸ) dikembalikan ke S pada akhir percobaan, dan arena tetha (ÆŸ) yang dijadikan sampel pada awal percobaan belajar pada dasarnya adalah acak, proporsi elemen yang dikondisikan ke A1 dalam S akan tercermin dalam elemen dalam tetha (ÆŸ) pada awal setiap percobaan baru
Berdasarkan asumsi-asumsi diatas, maka Estes mengemukakan empat konsep teoretis utama (B.R Hergenhah dan Matthew h. Olson, 2008: 256), yaitu:
1.    Generalisasi
Generalisasi dari situasi belajar awal ke situasi belajar lainnya dapat dengan mudah dijelaskan dengan teori sampling stimulus. Transfer terjadi sepanjang dua situasi memiliki elemen stimulus yang sama. Jika banyak dari elemen yang sebelumnya dikondisikan ke respon A1 ada didalam situasi belajar yang baru, probabilitas respon A1 akan muncul ke dalam situasi baru itu akan cukup tinggi. Kita bisa mengambil contoh dalam dunia olahraga misalnya pada saat pelatih pertama kali mengajarkan teknik menendang bola kaki bagian dalam dengan bermain, pada pertemuan selanjutnya pelatih mengajarkan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dengan dril. Namun atlit masih terbawa dalam teknik yang salah pada saat pertama kali pelatih memberikan latihan.
2.    Pelenyapan
Estes menjelaskan problem pelenyapan dengan cara yang pada dasarnya sama dengan yang dilakukan Guthrie karena dalam pelenyapan satu percobaan biasanya diakhiri setelah subjek melakukan sesuatu selain A1, elemen stimulus yang sebelumnya dikondisikan ke A1 pelan-pelan akan kembali lagi ke A2. Hukum untuk pelenyapan adalah sama. Apa yang dinamakan pelenyapan muncul setiap kali kondisi disusun sedemikian rupa sehingga elemen stimulus digeser dari respon A1 ke respon A2. Sebagai contoh pelatih akan mencoba memberikan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dengan metode bermain dan secara pelan-pelan pelatih akan juga akan memberikan teknik dalam menendang bola dengan kaki bagian dalam dengan dril.
3.    Pemulihan Spontan
Merupakan munculnya kembali respon yang dikondisikan setelah respon itu mengalami pelenyapan. Dengan kata lain pemulihan spontan dijelaskan dengan mengasumsikan bahwa proses pelenyapan (pergeseran elemen dari A1 ke A2) pada awalnya tidak pernah komplet. Misalnya pelatih sudah memberikan teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dengan cara dril, namun teknik menendang bola menggunakan kaki bagian dalam dengan metode bermain masih ada sisa-sisa teknik yang melekat pada atlit.
4.    Pencocokan Probabilitas
Eksperimen pencocokan probabilitas tradisional adalah menggunakan sinyal cahaya yang diikuti satu atau dua cahaya lain. Ketika sinyal menyala, subjek percobaan menduga cahaya mana dari dua cahaya lain yang akan muncul. Misal, cahaya kanan muncul 80% dari waktu, subjek akan memprediksi bahwa cahaya itu akan muncul 80% dari waktu percobaan. Contohnya apabila atlit melakukan tendangan ke arah gawang, maka yang dilihat hanya si atlit berhasil memasukkan bola ke gawang atau tidak, tanpa memandang jumlah kotraksi otot yang tidak terhitung banyaknya yang menghasilkan salah satu dari dua hal di atas.
C.      Model Belajar Markov Menurut Estes
Model Belajar Markov menurut B.R Hergenhah dan Matthew H. Olson (2008: 258) yang dijabarkan sebagai berikut: Semua teori belajar statistikal bersifat probabilitias; yakni, variabel bebas yang mereka studi adalah probabilitas respons. Tetapi, ada perbedaan opini mengenai apa sifat dari belajar yang ditunjukkan oleh perubahan probabilitas respons ini kepada kita. Perdebatan klasiknya adalah soal apakah belajar itu gradual atau langsung lengkap dalam satu kali percobaan Thorndike berpendapat bahwa belajar adalah bertahap dan bertambah sedikit demi sedikit dari satu percobaan ke percobaan selanjutnya. Hull dan Skinner sepakat dengan Thorndike. Guthrie berpendapat lain dengan mengatakan bahwa belajar terjadi dalam cara all-or-none (secara sekaligus atau tidak sama sekali), namun kelihatan gradual karena kompleksnya tugas yang mesti dipelajari. Berdasarkan penjelasan diatas, contoh dalam dunia olahraga misalnya ada seorang atlit sepak bola melakukan tendangan meggunakan kaki kidal (kiri), lalu pelatih mengajarkan/ melatih si atlit melakukan tendangan dengan menggunakan kaki kanan hingga pada akhirnya atlit sudah mulai terbiasa melakukan tendangan menggunakan kaki kanan, namun terkadang atlit masih memunculkan tendangan menggunakan kaki yang kidal di tengah-tengah tendangan kaki kanan yang sudah mulai terbiasa.

D.    Estes dan Psikologi Kognitif
Meskipun Estes seorang teoretisi kontiguitas, namun di tahun-tahun belakangan ini dia lebih menekankan pada mekanisme kognitif dalam analisisnya terhadap belajar. Seperti yang telah kita lihat analisis awalnya mengikuti pendapat Guthrie dengan mengasumsikan bahwa apapun stimuli yang ada pada saat terminasi suatu percobaan belajar akan diasosiasikan dengan respons yang menghentikan percobaan itu. Baik Guthrie maupun Estes memandang belajar sebagai asosiasi kejadian yang terjadi bersamaan secara mekanis dan otomatis. Pada intinya, organisme, termasuk manusia, dianggap sebagai mesin yang dapat merasakan, mencatat, dan merespons. Walaupun masih bersifat mekanistis, analisis Estes yang lebih belakangan lebih kompleks karena ia mempertimbangkan pula pengaruh dari peristiwa kognitif.
      Pentingnya memori, pada awalnya Estes berpendapat bahwa stimuli dan respons menjadi diasosiasikan oleh kontiguitas, dan setelah diasosiasikan, ketika stimuli terjadi, mereka akan menghasilkan respons yang diasosiasikan kepada stimuli itu. Belakangan, Estes menambahkan elemen ketiga ke dalam analisisnya, yakni memori atau ingatan. Dalam analisis Estes yang lebih belakangan ini, stimuli tak langsung menimbulkan respons, tetapi ia membangkitkan memori dari pengalaman sebelumnya itulah yang menghasilkan perilaku.
      Estes (1976) mendeskripsikan apa yang diyakininya terjadi dalam situasi pembuatan keputusan, dimana respons-respons yang berbeda diasosiasikan dengan hasil yang berbeda-beda. Misalnya memberi respons A1 akan menghasilkan lima poin dan memberi respons A2 akan menghasilkan tiga poin. Pertama, menurut Estes, orang akan belajar menilai setiap respons, dan informasi ini disimpan dalam memori. Kemudian, ketika diberi kesempatan untuk memberi respons, orang itu akan mengamati situasi untuk menentukan respons apa ini, orang itu akan memilih memberi respons yang menghasilkan hasil yang paling bernilai atau berharga. Estes (1976) menyebutkan sebagai scanning model of decision making. Secara umum, model ini mengklaim bahwa dalam setiap situasi pengambilan keputusan, suatu organisme akan menggunakan informasi apa pun yang tersimpan dalam memori yang berkaitan dengan hubungan respons-hasil dan akan merespons dengan cara tertentu untuk mendapatkan hasil yang paling menguntungkannya, (R Hergenhah dan Matthew H. Olson, 2008: 263-264). Contohnya jika atlit sepak bola menendang bola meggunakan kaki kidal, suatu ketika atlit akan di latih menggunakan kaki kanan maka pelatih harus memberi penjelasan tentang keuntungan menendang menggunakan kaki sebelah kanan, ketepatan menendang menggunakan kaki sebelah kanan dan sebagainya.
E.     Model Array Kognitif: Klasifikasi dan Kategorisasi
Estes memandang teori sampling stimulus (SST) sebagai perluasan matematis dari teori transfer elemen identik Thorndike. Yakni, teori itu di kembangkan untuk membuat prediksi yang tepat tentang transfer training dari satu situasi ke situasi lain, berdasarkan elemen-elemen stimulus yang sama untuk keduanya. Dalam karya yang lebih baru, Estes (1994) menjelaskan problem yang pertama kali dikaji oleh Medin dan shaffer (1978) dan meneruskan pengembangan pendekatan elemen identik Thorndike. Tetapi, kali ini modelnya diaplikasikan secara spesifik ke perilaku mengklasifikasi dan mengkategorisasi. Meneliti suatu makhluk, mengamati bahwa ia berbulu, bisa terbang, dan bertelur, dan kemudian menyebutnya sebagai “burung” adalah contoh dari jenis perilaku ini. Contoh pengklasifikasi dan pengkategorisasian lainnya adalah dokter yang mengumpulkan data dan kemudian mendiagnosis adanya flu, bukan pneumonia, dan analis pasar yang menyatakan bahwa perusahaan adalah tempat investasi yang bagus dan beresiko kecil. Meskipun pendekatan Estes terhadap klasifikasi ini sangat kognitif, kita akan melihat adanya persamaan antara jenis perilaku yang diprediksi oleh SST dengan yang diprediksi oleh model klasifikasinya. Lebih jauh, beberapa dari asumsi Estes tentang belajar, yang dibuat dalam pendekatan kognitifnya, adalah mirip dengan yang dibuatnya dalam pengembangan SST, (R Hergenhah dan Matthew H. Olson (2008: 264-265). Sebagai contoh, Pada suatu ketika kita berada disuatu tempat lalu kita melihat ada orang memiliki kaki yang berotot, bagian lengannya kencang, bagian perutnya sispek, kemudian kita menyimpulkan bahwa orang tersebut adalah olahragawan.
F.     Model Array Mengasumsikan Hubungan Stimulus Multiplikatif
Menurut model Array, kita menilai kesamaan stimuli dalam konteks baru yang berhubungan dengan stimuli dalam situasi training dengan membandingkan atribut-atribut dari elemen itu. Dalam kasus perbandingan, satu faktor yang disebut s, yakni koefisien persamaan, mendeskripsikan tingkat kesamaaan antara pasangan atribut stimulus, Estes menulis, “Kita membandingkan dua situasi ... ciri dengan ciri, mengaplikasikan koefisien persamaan dari kesatuan (unity) jika ciri-ciri itu cocok, dan satu koefisien dengan nilai s yang lebih kecil, jika ciri-ciri itu berbeda. Ukuran kesamaan itu adalah produk dari koefisien-koefisien ini. Karenanya, probabilitas transfer respons dari satu situasi training  ke situasi tes adalah fungsi dari produk koefisien persamaan. Apabila semua  perbandingan elemen stimulus menghasilkan dari kecocokan sempurna, koefisien persamaannya sama dengan 1,00 dan ukuran kesamaannya adalah (1 x 1 x 1 x 1 ... ) atau 1. Probabilitas transfer responnya adalah 1 atau pasti, probabilitas respons kurang pasti jika ada ketidakcocokan antara stimuli yang dibandingkan. Dalam contoh diatas, koefisien persamaan untuk membandingkan ukuran dan warna adalah 1,00 karena kedua stimuli itu sama-sama besar dan merah. Koefisien persamaan untuk perbandingan bentuk adalah s, kurang dari 1,00 sebab bentuknya tidak benar-benar sama. Jadi ukuran kesamaan antara 1A dan 2A kurang dari 1,00, kita tidak akan memperkirakan adanya transfer respons sempurna antara dua stimuli itu.
Model Array dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan memprediksi bagaimana orang menilai stimuli untuk dikategorikan dalam kategori spesifik, bukan bagaimana respons yang dikondisikan digeneralisasikan atau ditransfer ke situasi baru, dan kita dapat menggunakan stimuli dari problem generalisasi kita untuk mendemonstrasikan dasar-dasar model Array, (R Hergenhah dan Matthew H. Olson, 2008: 267). Contohnya adalah pada saat kita menonton pertandingan sepakbola, pada saat itu kita menilai bahwa atlit mempunyai keahlian menendang bola menggunakan kaki sebelah kanan, karena kita melihatnya dari keakurasian si atlit menendang, sepatunya yang sebelah kiri masih bagus, pada intinya kita melihat hanya pada hal yang tampak di lihat oleh mata saja.
G.    Pandangan Estes tentang Perang Penguatan
R Hergenhah dan Matthew H. Olson (2008: 270), mengemukakan pendapat Estes terbaru mengenai penguatan juga bersifat kognitif. Estes bukan teoretisi penguatan sampai saat ini. Pandangan awalnya menolak hukum efek, yang menyatakan bahwa penguatan akan memperkuat ikatan atau koneksi antara satu stimulus dengan satu respons. Mengikuti Guthrie, Estes percaya bahwa penguatan akan mencegah terjadinya hilangnya asosiasi dengan cara mempertahankan asosiasi antara stimuli tertentu dengan respons tertentu. Pendapat Estes yang lebih baru tentang penguatan lebih menekankan pada informasi yang diberikan kepada organisme. Misalnya atlit sepakbola mempunyai keahlian menendang bola menggunakan kaki sebelah kanan, kita memperoleh informasi bahwa atlit tersebut mempunyai keahlian menendang bola menggunakan kaki sebelah kanan dari orang lain.
H.    Belajar untuk Belajar
Kontroversi mengenai pendapat belajar inkremental versus all-or-none (terkadang disebut continuity-noncontinuity controversy) masih ada dan kemungkinan akan terus berlangsung sampai beberapa waktu ke depan. Seperti halnya dengan pandangan paling ekstrem lainnnya, kebenaran mungkin akan ditemukan di antara kedua pendapat itu. Contoh yang tampaknya memuaskan bagi kedua pendapat yang berseteru adalah pendapat awal Estes bahwa, dengan lingkungan belajar yang kompleks, proses belajar berlangsung dengan cara sekaligus atau tidak sama sekali (all-or-none), hanya saja ia berjalan sedikit demi sedikit pada satu waktu. Sesungguhnya, secara logika, teori belajar inkremental juga dapat direduksi menjadi teori all-or-none. Contoh dalam dunia olahraga adalah pada saat pelatih melatih atlitnya menendang bola menggunakan kaki sebelah kanan, pelatih melatihnya dengan cara bertahap, sedikit demi sedikit yaitu dengan mengajarkan perkenaan yang tepat, arah tendangannya hingga akhirnya atlit bisa melakukan tendangan menggunakan kaki sebelah kanan.
I.       Evalusi Teori Estes
Sistem Estes bisa dikatakan merupakan sebuah model pembelajaran karena setidaknya pada awalnya, sistem tersebut tidak diusahakan untuk menjadi teori yang komplet dan menyeluruh. Dalam segi ini teori Estes lebih sederhana dibandingkan sistem Guthrie, Skinner dan Hull serta mencerminkan kesadaran yang sama akan kondisi-kondisi batas seperti yang diungkapkan oleh Spence. Modelnya lebih merupakan sebuah stetment yang sangat simpel mengenai asumsi-asumsi yang digunakan untuk memprediksikan beberapa aspek pembelajaran dengan cara yang diharapkan cukup akurat.
Model ini mengandung pengertian yang sama seperti model tiga dimensi sebuah atom, berupa bola-bola kayu untuk melambangkan elektron, proton, dan neutron. Tentu saja tidak ada orang yang bisa mengklaim bahwa model di ruang kelas tersebut merupakan gambaran komplet dan akurat dari sebuah atom yang sebenarnya. Dapat dengan baik bahwa elektron berbeda dari bola-bola kayu dan bahwa orbit mereka tidak benar-benar mirip dengan kawat besi. Sekalipun begitu, ada segi-segi tertentu dimana model tersebut dan atom yang sesungguhnya memiliki kemiripan tertentu. Dengan adanya kemiripan ini, model tersebut memungkinkan kita untuk memprediksi hal-hal tertentu mengenai bagaimana perilaku atom itu. Sejauh bahwa sebuah model memungkinkan kita untuk memprediksi sebagian aspek realitas, model itu pun berguna. Kita tidak perlu memperdebatkan apakah model itu tepat atau tidak, karena model itu tidak lebih dari sekedar representasi parsial. Hal ini amat mirip dengan logika  konstruksi teori yang digunakan Hull, namun Estes menjalankannya lebih jauh lagi. Estes bertolak dari sebuah model sederhana dan kemudian mengembangkannya secara bertahap sambil menguji kegunaannya, (http://http://fairisawaliyah.co.id/2011/06/model-stimulus.html, didownload pada tanggal 10 september 2015).
Model Estes merupakan sebuah upaya untuk menjadikan ide-ide tertentu Guthrie agar lebih akurat, mengubah sebagian teori Guthrie yang bersifat umum dan berorientasi praktis menjadi sebuah model yang sesuai untuk studi laboratorium. Perlu diingat bahwa Gutrie memandang belajar sebuah keahlian sebagai pengkondisian atas banyak hubungan stimulus-respon. Estes menyederhanakan pendapat ini dengan mengelompokkan semua respon yang ada ke dalam dua kategori, yaitu respon yang menghasilkan hasil tertentu dan respon yang tidak. Sebagai contoh, Estes hanya akan mencatat apakah seorang pemain bola basket berhasil memasukkan bola ke keranjang atau tidak, tanpa memandang jumlah kotraksi otot yang tidak terhitung banyaknya yang menghasilkan salah satu dari dua hal di atas. Dengan cara ini, fokus Guthrie mengenai apa yang dilakukan oleh subjek diubah menjadi fokus mengenai apa yang diselesaikan oleh subjek, mengenai hasil-hasil perilaku yang berhasil dan tidak berhasil. Keberhasilan di sini didefinisikan menurut pengamat, tidak harus menurut tujuan subjek karena kedua kelompok respon atau tepatnya hasil respon. Hal ini membentuk dua kemungkinan tindakan yang disebut oleh Estes A1 dan A2, (http://http://fairisawaliyah.co.id/2011/06/model-stimulus.html, didownload pada tanggal 10 september 2015).
Sejauh ini Estes membagi semua kemungkinan respon dalam situasi tertentu menjadi dua kelompok dan Estes membagi semua kemungkinan aspek situasi stimulus menjadi banyak elemen yang tidak tertentukan. Sekarang lebih jauh lagi Estes berasumsi bahwa masing-masing elemen dikondisikan dengan salah satu dari dua kelompok respon itu. Dengan kata lain, masing-masing elemen stimulus cenderung untuk menghasilkan entah itu A1 atau A2. Sebuah elemen tidak bisa dikondisikan dengan A1 dan A2 sekaligus, juga tidak mungkin dikondisikan dengan tidak satupun dari keduanya. Karena pada momen tertentu seluruh elemen bisa dikelompokkan sebagai terkondisikan dengan A1 atau terkondisikan dengan A2.
Dalam hubungan seperti ini, istilah dikondisikan (conditioned) tidak selalu berarti ada pembelajaran sebelumnya. Mungkin akan lebih tepat bila dikatakan bahwa setiap elemen melekat pada salah satu kelompok respon, sehingga elemen-elemen stimulus yang sebelumnya melekat pada A1 menjadi melekat pada A2 atau sebaliknya, bagi Estes perubahan semacam inilah yang dinamakan sebagai pembelajaran. Perubahan-perubahan ini merupakan proses pengkondisian dan karenanya Estes menyatakan bahwa suatu elemen dikondisikan dengan suatu respon ketika elemen itu cenderung menghasilkan respon tersebut, (http://http://sampastory.co.id/2011/04/tugas-resume-belajar-william-kaye-astes.html, didownload pada tanggal 10 september 2015).
Dari berbagai macam penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa belajar menurut Estes bukan hanya hubungan stimulus dan respon, tetapi juga terdapat hubungan response dan outcome, yaitu belajar dan mengingat yang akan menimbulkan konsekuensi tertentu sehingga subjek melakukan tindakan.













BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Estes memandang belajar bukan hanya pengkondisian atas banyak hubungan stimulus-respon, tetapi terdapat hubungan antara response-outcome yang mana kemudian Estes membagi respon yang ada ke dalam dua kategori, yaitu respon yang menghasilkan hasil tertentu dan respon yang tidak menghasilkan.
B.       Saran
1.    Bagi dosen pengampu mata kuliah teori pembelajaran dapat membantu dalam proses belajar mengajar di kelas dengan menerangkan dan menjelaskan materi yang menyangkut tentang teori belajar menurut Estes.
2.    Bagi mahasiswa ilmu keolahragaan angkatan 2015 diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan terutama tentang teori belajar.




No comments:

Post a Comment

Terima Kasih, Komentar dan saran...

Sukses Selalu