Labels

Monday, 11 January 2016

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA dan KESEHATAN

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA dan KESEHATAN

Oleh:
ABSTRAK

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui: (a) pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (PJOK) adaptif/khusus (b) anak berkebutuhan khusus (C) klasifikasi anak berkebutuhan khusus, dan (d) implementasi PJOK untuk anak berkebutuhan khusus.
Fokus utama penulis adalah tentang implementasi PJOK adaptif/khusus untuk ABK mulai dari perencanaan dan pelaksanaan, sampai pada akhirnya tercapai tujuan pendidikan untuk ABK yaitu meningkatkan pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial dan intelektual. Yang paling penting tersampaikannya nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun mentalnya sehingga ABK mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri.
Hasil penulisan ini menyimpulkan bahwa PJOK didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan, perilaku hidup sehat, aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi anak termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Pemahaman pendidik terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) menjadi dasar untuk merencanakan dan melaksanakan PJOK adaptif/khusus sesuai dengan karakteristik anak sehingga tercapai tujuan pendidikan.

Kata Kunci: adaptif, anak berkebutuhan khusus, implementasi












                               

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang 
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (PJOK) merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Tujuan pendidikan secara umum yaitu untuk membentuk sikap, kepribadian, perilaku sosial, dan intelektual peserta didik melalui aktivitas jasmani (Sukadiyanto, 2011: 438). Proses pembelajaran PJOK didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan keterampilan motorik, pengetahuan, perilaku hidup sehat, aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Pengalaman yang disajikan akan membantu peserta didik untuk memahami mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien, dan efektif. Ha ini   menunjukkan   bahw PJOK   bertujuan membantu anak tumbuh dan berkembang secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu  menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Pencapaian tujuan tersebut berpangkal pada perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan  karakteristik  anak.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) diberikan tidak hanya di sekolah umum saja, tetapi juga diberikan pada sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah yang menyelenggarakan program/kelas inklusi. Berdasarkan karakteristik, PJOK untuk ABK  dibedakan  dan  disesuaikan  dengan  kebutuhan  anak tersebut.  PJOK  yang  diberikan  untuk  ABK  sering disebut PJOK adaptif atau PJOK khusus. Secara khusus istilah adaptif berarti mengatur, penyesuaian atau membuat menjadi lebih baik. PJOK adaptif merupakan sarana yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan jasmani, keterampilan gerak, sosial, dan intelektual ABK. Peningkatan kualitas proses pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan sangat penting untuk menanamkan sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan mereka, baik dari  segi  fisik  maupun  mentalnya sehingga  para  peserta didik  mampu  bersosialisasi dengan  lingkungan  dan  memiliki  rasa  percaya  diri  dan  harga  diri, dengan melalui program dan peralatan yang dimodifikasi untuk memungkinkan setiap ABK memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dengan aman, sukses dan memperoleh kepuasan.
Pembelajaran PJOK adaptif atau PJOK khusus bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) harus disesuaikan karakteristik dengan jenis kelainan  maupun tingkat kecacatan anak, baik dalam pemilihan materi, metode maupun strategi pembelajarannya, karena ABK merupakan individu yang berbeda dengan anak pada umumnya dalam hal emosional, fisik, mental, sosial, maupun intelegensi mereka. Menurut Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa, disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan juga memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Keberhasilan peserta didik dalam belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB) atau di program/kelas inklusi suatu sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari anak berkebutuhan khusus itu sendiri  maupun dari pendidik  pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pembelajaran PJOK adalah partisipasi peserta didik, hubungannya dengan kegiatan belajar yaitu menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan peserta didik agar melakukan aktivitas belajar. Agar partisipasi peserta didik ABK dalam PJOK dapat terealisasikan maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak, baik orangtua, pendidik maupun masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan deskripsi di atas, sangat penting sekali bahwa pemahaman khususnya bagi pendidik untuk mengetahui keterbatasan individu (peserta didik) dalam pembelajaran PJOK. Setiap peserta didik mempunyai karakter berbeda-beda (heterogen), karena para peserta didik di samping anak-anak normal juga terdapat anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memiliki beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensorisneurologis. Pembelajaran PJOK untuk ABK harusnya dibedakan  dan  disesuaikan  dengan karakteristik  kebutuhan  anak tersebut. Pendidik PJOK harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis kelainan yang ada pada ABK.  Dengan adanya modifikasi sarana pembelajaran memudahkan pendidik menyampaikan materi dan dapat meningkatkan minat serta ketertarikan peserta didik terhadap materi yang diajarkan, sehingga pembelajaran PJOK bagi ABK dapat berjalan dengan baik.
B.       Rumusan Masalah
Melihat latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah agar mudah dalam mengkaji bab yang akan dibahas dalam makalah ini, dengan pertanyaan rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan adaptif atau pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan khusus?
2.      Apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus?
3.      Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus?
4.      Bagaimana implementasi pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan untuk anak berkebutuhan khusus?













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Adaptif
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) merupakan proses pendidikan melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) diberikan tidak hanya di sekolah umum saja, tetapi juga diberikan pada sekolah untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah yang menyelenggarakan kelas inklusi. Berdasarkan karakteristik, PJOK untuk ABK  dibedakan  dan  disesuaikan  dengan  kebutuhan  anak tersebut.  PJOK  yang  diberikan  untuk  ABK  sering disebut PJOK adaptif atau PJOK khusus.
Menurut Sherril (1981: xxvii dalam Arma Abdoellah, 1996: 3) yang dimaksud dengan PJOK adaptif/khusus adalah sebagai suatu sistem penyampaian pelayanan yang komprehensif yang dirancang untuk mengidentifikasi, dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Pelayanan tersebut mencakup penilaian, program pendidikan individual (PPI), pengajaran bersifat pengembangan dan/ atau yang disarankan, konseling, dan kordinasi dari sumber/layanan yang terkait untuk memberikan pengalaman pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan yang optimal kepada semua anak dan pemuda.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa PJOK adaptif atau khusus adalah suatu bagian khusus dalam PJOK yang dikembangkan untuk menyediakan program bagi individu dengan kebutuhan khusus. Ada tiga progam utama yang diberikan dalam perkembangan menurut French dan Jansma (1982: 8 dalam  Arma Abdoellah, 1996: 3) yaitu:
1.      Pendidikan jasmani disesuaikan (adapted physical education)
Pendidikan jasmani disesuaikan (adapted physical education) adalah pendidikan melalui program aktivitas jasmani tradisional yang dimodifikasi untuk memungkinkan individu dengan kelainan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dengan aman, sukses dan memperoleh kepuasan. Sebagai contoh, individu yang penglihatannya terbatas atau harus berada di kursi roda untuk berpindah tempat memerlukan peraturan voli yang dimodifikasi atau memerlukan peralatan tambahan untuk bola gelinding.
2.      Pendidikan jasmani korektif
Pendidikan jasmani korektif terutama mengacu kepada perbaikan kelainan fungsi postur dan mekanika tubuh. Sebagai contoh, seorang anak yang menderita patah tulang kakinya dan gips pembungkus kaki itu baru saja dilepas, ia memerlukan rehabilitasi dari kakinya yang mengecil sehingga untuk sementara waktu harus masuk kelas koerktif. Sebaliknya, seorang wanita dewasa dengan idiopatik skoliosis dimasukkan ke kelas pendidikan jasmani korektif untuk waktu yang cukuup lama. Pendidikan jasmani korektif juga dinamakan pendidikan jasmani remedial.
3.      Pendidikan jasmani perkembangan
Pendidikan jasmani perkembangan mengacu kepada satu program kesegaran jasmani yang progresif dan atau latihan otot-otot besar untuk meingkatkan kemampuan jasmani individu sampai pada tingkat atau mendekati tingkat kemampuan teman sebayanya.

Tujuan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan adaptif harus ada dalam pembelajaran di Sekolah Luar Biasa (SLB) maupun kelas inklusi. Seperti yang dikemukan oleh Arma Abdullah (1996 : 4) bahwa tujuan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan khusus atau adaptif adalah untuk menolong peserta didik mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki dan memberikan kepada peserta didik untuk mempelajari dan berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas jasmani yang bersifat rekreatif, serta untuk melakukan penyesuaian sosial dan menggembangkan perasaan memiliki rasa percaya diri, harga diri.
Tujuan  pendidikan  jasmani, olahraga dan  kesehatan  adaptif  bagi  anak berkebutuhan khusus bersifat holistik, seperti tujuan PJOK untuk anak-anak normal. Yaitu mencakup tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial dan intelektual. Disamping itu, proses pendidikan itu penting menanamkan nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri (Tarigan Beltasar, 2000 : 10).
Penyampaian  pembelajaran  PJOK  bagi  ABK  seyogyanya dilakukan modifikasi metode maupun sarana dan prasarananya, hal ini dikemukakan oleh Tarigan Beltasar (2000 : 48) bahwa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para ABK dalam pembelajaran PJOK, pendidik seyogyanya melakukan modifikasi dan penyesuaian. Jenis dan taraf modidikasi yang dilakukan, dapat bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan anak karena dengan adanya penyesuaian, akan terjadi berbagai variasi yang menambah semarak suasana pembelajaran adaptif.
Dalam merancang pembelajaran di SLB maupun kelas inklusi maka pendidik harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis kelainan yang ada pada peserta didik. Dengan adanya modifikasi sarana pembelajaran memudahkan pendidik menyampaikan materi dan dapat meningkatkan minat serta ketertarikan peserta didik terhadap materi yang diajarkan, sehingga pembelajaran PJOK bagi anak berkebutuhan khusus dapat berjalan dengan baik.
B.       Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat, istilah anakk luar biasa yang kini disebut sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalahtafsirkan, yaitu anak luar biasa selalu diaartikan sebagai anak yang berkemampuan unggul atau berprestasi yang luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu kepada pengertian yaitu anak yang mengalami kelainan atau ketunaan, baik pada satu macam kelainan maupun lebih dari ssatu jenis kelainan.
Pengertian “luar biasa” dalam dunia pendidikan mempunyai ruang lingkup pengertian yang sangat luas daripada pengertian “berkelainan atau cacat” dalam percakapan sehari-hari. Dalam dunia pendidikan Abdul Hadis (2006: 5) menjelaskan istilah luar biasa mengandung pengertian ganda, yaitu mereka yang menyimpang ke atas karena mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dibanding dengan orang normal pada umumnya dan mereka yang menyimpang ke bawah, yaitu mereka yang menderita kelainan atau keturunan dan kekurangan yang tidak diderita oleh orang normal pada umumnya.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) menurut Dedy Kustawan (2012: 23) adalah mereka yang karena suatu hal khusus (baik yang berkebutuhan khusus permanen dan yang berkebutuhan khusus temporer) membutuhkan pelayanan pendidikan khusus, agar potensinya berkembang secara optimal. Konsep anak berkebutuhan khusus (child with special needs) memiliki makna dan lingkup lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa (exceptional children).
Anak berkebutuhan khusus menurut Abdul Hadis (2006: 5) dijelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
Anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan yang spesifik yang berbeda dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and developtment). Mereka memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan yang dialami oleh masing-masing anak (Dedy Kustawan, 2012: 23).
Jenis-jenis layanan pendidikan tersebut diberikan secara khusus kepada anak yang berkebutuhan khusus oleh pihak yang berkompeten pada setiap jenis layanan itu. Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pendidikan layanan khusus pada jalur formal diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/ atau sumber daya pembelajaraan lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.

C.      Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam dunia pendidikan, anak berkebutuhan khusus diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainannya. Dedy Kustawan (2012: 24) mengklasifikasi anak berkebutuhan khusus seperti dalam gambar bagan di bawah ini (gambar 1).
Gambar 1. Bagan Anak Berkebutuhan Khusus Permanen dan Temporer
(Sumber: Dedy Kustawan, 2012: 24)

1.    Anak Berkebutuhan Khusus Permanen
Menurut Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat Istimewa dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan terdiri dari anak yang memiliki kelainan dan anak yang memiliki potensi kecerdasan dan/ atauu bakat istimewa. Anak yang memiliki kelainan dan anak yang memiliki potensi kecerdasan dan/ bakat istimewa termasuk anak berkebutuhan khusus permanen.
a.       Anak yang memiliki kelainan
Anak yang memiliki kelainan terdiri atas:
1)        Anak tunanetra
Anak tunanetra menurut Dedy Kustawan (2012: 25) adalah anak yang memiliki hambatan dalam penglihatan. Tunanetra diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu buta total (blind) dan kurang awas (low vision). Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Amin, M. & Andreas, D. (1980: 21)  juga menyebutkan bahwa tunanetra diklasifikasiakan dalam dua golongan yaitu buta dan sukar melihat. Buta ialah tidak bisa melihat sama sekali, seperti buta sebelah, buta ayam, buta warna, dan buta huruf. Lalu sukar melihat adalah dapat melihat tetapi sukar melakukannya, seperti kabur penglihatan dan membutuhkan waktu lama ubtuk melihat.
Arma Abdoellah (1996: 11) menyebutkan tunanetra sebagai kerusakan penglihatan. Kerusakan penglihatan berarti kerusakan visual, walaupun dengan koreksi seperti kaca mata, yang akibatnya akan mempengaruhi unjuk kerja pendidikan anak.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara. Abdul Hadis (2006: 21) juga menjelaskan bahwa indivvidu yang mengalami kerusakan penglihatan proses pendidikannya harus diajar dapat membaca dengan huruf Braille atau dengan metode aural (menggunakan media tape yang dpat merekam dan didengar) oleh anak yang mengalami kerusakan penglihatan. Sedangkan individu yang melihat secara parsial (sebagian) adalah orang yang dapat membaca cetakan yang diperbesar dengan alat pembesar dan buku cetak yang diperbesar mungkin agar anak tersebut dapat membacanya untuk tujuan proses pembelajaran di kelas.
Program khusus bagi peserta didik dengan gangguan/hambatan penglihatan/tunanetra adalah program Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium).
2)      Anak tunarungu
Anak tunarungu menurut Dedy Kustawan (2012: 25) adalah anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran yang sedemikian rupa. Anak dengan gangguan pendengaran atau tunarungu mengalami kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi atau tingkatan baik ringan, sedang, berat, dan sangat berat yang akan mengakibatkan pada gangguan komunikasi dan bahasa. Keadaan ini walaupun telah diberikan alat bantu dengar tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tetapi Amin, M. & Andreas, D. (1980: 21-22)  menyebutkan bahwa tunarungu diklasifikasiakan dalam dua golongan yaitu tuli dan susah dengar.
Ahmad Wasita (2013: 20) menjelaskan bahwa orang tuli adalah orang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik menggunakan ataupun tidak menggunakan alat bantu dengar (ABD).
Bagi anak tunarungu sering juga memiliki hambatan dalam berbicara, biasanya cara berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan menggunakan isyarat gerakan tubuh berupa gerakan jari dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). Saat ini satuan pendidikan khusus sudah mulai dikembangkan cara berkomunikasi menggunakan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Anak tunarungu cenderung kesulitan memahami sesuatu yang abstrak. Pada anak tunarungu perlu dikembangkan Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI).
Kerusakan pendengaran secara pendidikan menurut Abdul Hadis (2006: 19) adalah gangguan pendengaran yang dialami oleh anak yang menyebabkan anak tidak memiliki keterampilan dalam berkomunikasi dan keterampilan lain yang dibutuhkan dalam proses pendidikan di kelas. Oleh karena itu, pendidik diharapkan bisa mengembangkan keterampilan komunikasi atau bahasa  dengan memahami kata-kata dengan melihat gerak bibir orang lain dan selanjutnya anak diajar berbicara.
3)      Anak tunawicara
Anak tunawicara menurut Dedy Kustawan (2012: 26) adalah anak yang mengalami kesulitan bicara, yang bisa diakibatkan tidak//kurang berfungsinya alat-alat bicara seperti rongga mulut,bibir, lidah, langit-langit, pita suara, dan lainnya, bisa juga diakibatkan pada kerusakan lain seperti tidak/kurang berfungsinya indra pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan pada sistem saraf dan struktur otot, juga ketidakmampuan dalam kontrol gerak dapat mengakibatkan gangguan berbicara.
Menurut Arma Abdoellah (1996: 13) tunawicara adalah kelemahan dalam ucapan/berbicara berarti gangguan berkomunikasi seperti gagap, kelemahan artikulasi, kelemahan dalam bahasa atau suara, yang berakibat tidak baikterhadap unjuk kerja pendidikan anak. Abdul Hadis (2006: 17) menambahkan bahwa berbicara merupakan alat utama untuk berkomunikasi. Ketika instrumen atau organ bicara terganggu, maka komunikasi seseorang juga terganggu.
Cara berkomunikasi anak tunawicara hampir sama dengan anak tunarungu, beerkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan menggunakan isyarat gerakan tubuh berupa gerakan jari dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
4)      Anak tunagrahita
Anak tunagrahita menurut Dedy Kustawan (2012: 27) adalah anak yang memiliki intelligensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan. Anak tunagrahita mempunyai hambatan akademik yang sedemikian rupa sehingga dalam layanan pembelajarannya memerlukan modifikasi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan khususnya. Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ (Lihat tabel 1). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih menitik beratkan pada bina diri dan cara bersosialisasi.
Tabel 1. Klasifikasi Tingkatan IQ

No.
Golongan
Skor
Dalam IQ
1
Genius
1
Di atas 140
2
Sangat lebih tinggi (superior)
2
120-140
3
Lebih tinggi (superior)
3
110-120
4
Normal (biasa)
4
90-110
5
Bodoh atau terbelakang
5
80-90
6
Boderlne deficiency
(Garis batas kurang)
6
70-80
7
a. Moron
7
a. 50-70
b.Imbesil

b. 20-50
c. Idiot

c. Di bawah 20
IQ 51-70          = Tunagrahita ringan
IQ 36-51          = Tunagrahita sedang
IQ 20-35          = Tunagrahita berat
IQ dibawah 20 = Tunagrahita sangat berat

5)      Anak tunadaksa
Tunadaksa adalah seseorang atau anak yang meiliki cacat fisik, tubuhdan cacat orthopedi. Misbach D (2012: 15) menjelaskan bahwa tunadaksa merupakan kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Hal tersebut disebabkan oleh kelainan neuromoskular dan struktur tuulang yang bersifat bawaan sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh.
Anak tunadaksa menurut Dedy Kustawan (2012: 27) adalah anak yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromoskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk cerebral palsy, amputasi (amputi) polio dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik berat yaitu memiliki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Arma Abdoellah (1996: 56) menjelaskan lebih lanjut bahwa ada sejumlah syaraf dan otot yang dapat langsung mempengaruhi kemampuan individu untuk memperoleh manfaat dari peogram PJOK. Kerusakan pada syaraf utama yang berakibat buruk terhadap penerimaan dan pemencaran rangsang dan pada gilirannya mempengaruhi unjuk-kerja gerak yaitu yang disebabkan serangan mendadak satu penyakit (seizure disorder), cerebral palsy dan spina bifida.
Identifikasi tunadaksa selain dengan pengamatan pada gejala yang ada pada tubuh individu dapat dilakukan dengan pengamatan perkembangan motorik individu. Seseorang dapat diidentifikasi tunadaksa karena perkembangan motoriknyya tidak sesuai atau berkelainan dari perkembangan motorik yang normal (Mumpuniarti, 2001: 69-70).
6)      Anak tunalaras
Tunalaras menurut Saeful H. & Wawan (2013: 11) adalah gangguan atau hambatan atau kelainan tingkahh laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Anak tunalaras menurut Dedy Kustawan (2012: 27-28) adalah anak yang mengalami gangguan dalam mengendalikan emosi dan perilaku atau kontrol sosial. Anak tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Anak tunalaras mudah marah, mudah terangsang emosinya(emosional), sering menentang perintah atau tugas, sering melanggar tata tertib, agresif, sering merusak, suka mencuri, mengganggu lingkungan dan suka dengan kegiatan yang rutin.
7)      Anak berkesulitan belajar spesifik
Anak berkesulitan belajar spesifik menurut Dedy Kustawan (2012: 28) adalah anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan membaca, braininjury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. Anak kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang,dan keterlambatan perkembangan konsep.
Abdul Hadis (2006: 12-13) menyebutkan bahwa peenyebab ketidakmampuan belajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori penyebab, yaitu karena disfungsi otak, gangguan biokemik, faktor genetik, dan faktor lingkungan.
8)      Anak lamban belajar
Anak lamban belajar menurut Dedy Kustawan (2012: 29) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit dibawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapahal mengalami keterlambatan berfikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibandingkan dengan tunagrahita. Karakteristik anak lamban belajar yaitu rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah, dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandiingkan teman-teman seusianya, daya tangkap terhadap pelajaran lambat dan pernah tidak naik kelas.
9)      Anak autis
Anak autis menurut Dedy Kustawan (2012: 29) adalah gangguan perkembangan pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa di kota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan mendiagnosis lebih awal sehingga memungkinkan penanganan yang lebih awal sehingga memungkinkan penanganan yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik. Anak autis memiliki hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi, pola bermain, gangguan sensoris, perkembangan lambat atau tidak normal, penampakan gejala, perilaku, dan emosi.
Gejala autisme menurut Mirza Maulana (2012: 11) terjadi sejak masa paling awal dalam kehidupan mereka. Gejala-gejala tersebut tampak ketika bayi menolak sentuhan orang tuanya, tidak merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada umumnya. Orang tua harus bisa menyadari gejala yang timbul sedini mungkin, agar bisa ditangani dengan optimal.
b.      Anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
Anak berbakat ialah anak yang memiliki bakat yang istimewa dibidang intelektual, seni, olahraga, dan keterampilan tertentu. Anak yang berbakat dibidang intelektual memiliki kemampuan berpikir yang istimewa, cerdas, dan kreatif dalam berpikir dan berperilaku, cepat dan tepat dalam memecahkan masalah baik yang sederhana maupun yang kompleks, dan memiliki prestasi belajar yang baik di sekolah. Anak yang berbakat istimewadi bidang seni, olahraga, dan keterampilan tertentu menunjukkan prestasi yang luar biasa, prestasi itu dicapai dengan sedikit latihan dan bahkan tanpa latihan (Abdul Hadis, 2006: 27).
Anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa menurut Dedy Kustawan (2012: 32-33) adalah anak yang secara significant memiliki potensi di atas rata—rata dalam bidang kemampuan umum, kademik khusus, kreativitas, kepemimpinan, seni, dan/ atau olahraga.Proses mengidentifikasi peserta didik cerdas istimewa menggunakan pendekatan multidimensional, artinya menggunakan lebih dari satu kriteria (bukan hanya itelligensi). Batasan yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran menggunakan skala Wechsler. Layanan pendidikan bagi peserta didik cerdas istimewa yaitu bisa melalui Enrichment (pengayaan) dan gabungan Acceleratin Enrichment (percepatan).
2.    Anak Berkebutuhan Khusus Temporer
Anak berkebutuhan khusus temporer (sementara) adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan perkembangan yang penyebabnya berasal dari luar dirinya yang sifatnya temporer atau sementara sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus. Menurut Dedy Kustawan (2012: 33-34) menjabarkan penyebab anak berkebutuhan khusus temporer, antara lain:
1)      Anak di daerah terpencil atau terbelakang
Anak di daerah terpencil atau terbelakang adalah anak yang bertempat tinggal di daerah yang secara geografis terletak dari jangkauan pelayanan pendidikan formal maupun nonformal.
2)      Anak pada masyarakat adat yang terpencil
Anak pada masyarakat adat terpencil adalah anak yang bertempat tinggal di dalam lingkungan masyarakat yang secara geogradis, sosial dan kultural terpisah dari komunitas masyarakat pada umumnya karena ikatan adat tertentu.
3)      Anak yang terkena bencana alam
Anak yang terkena bencana alam adalah anak yang tidak dapat mengikuti dan/ atau menyelesaikan pendidikan akibat terkena bencana alam dalam kurun waktu tertentu.
4)      Anak yang mengalami bencana sosial
Anak yang terkena bencana sosial adalah anak yang tidak dapat mengikuti dan/ atau menyelesaikan pendidikan akibat terkena bencana sosial dalam kurun waktu tertemtu.
5)      Anak dari keluarga/masyarakat yang tidak mampu dari segi ekonomi
Anak yang tidak mampu dari segi ekonomi adalah anak dari keluarga yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata secara ekonomi sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan belajarnya.

D.      Implementasi pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan untuk anak berkebutuhan khusus
Implementasi pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (PJOK) untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah yang menyelenggarakan kelas inklusi lewat PJOK adaptif/khusus. Implementasi PJOK adaptif/khusus untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat tergantung pada sikap, pengetahuan, fleksibilitas dan kemampuan kreatif untuk memecahkan masalah dan mendesentralisasi pengambilan keputusan hingga kepada individu pendidik, orang tua dan peserta didik berkebutuhan khusus. Kerjasama kemitraan pada berbagai level akan sangat penting.
Pentingnya anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas telah dikemukakan di atas. Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah yang mendasari sudah kuat dan jelas dari Presiden dan Kementerian Pendidikan Nasional (sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Hal ini yang menjadi dasar bahwa tak terkecuali pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan juga harus diberikan kepada anak berkebutuhan khusus.
Merancang sebuah pembelajaran PJOK yang efektif bagi semua peserta didik termasuk anak berkebutuhan khusus merupakan sebuah tuntutan yang harus dilakukan oleh seorang pendidik PJOK. Dalam menyusum pembelajaran tentunya tidak hanya dapat dilakukan secara langsung tanpa persiapan dan informasi yang jelas tentang kondisi dan kesiapan peserta didik. Oleh sebab itu pendidik membutuhkan informasi yang lengkap dari semua anak khususnya anak yang mengalami gangguan fisik,mental, sosial, emosi, dan perilaku tersebut dengan melakukan assesmen, sehingga diharapkan informasi ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam memberikan layanan yang berorientasi pada kebutuhan dan keberagaman karakteristik anak. Informasi tersebut diharapkan akan menyangkut fungsi perilaku anak (fisik, sosial, emosional, kognitif, komunikasi termasuk bahasa), fungsi akademik, fungsi lingkungan pendidikan anak (sosial, fisik dan akademis),keterampilan-keterampilanbatas-batas pengetahuan anak, dan proses serta strategi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Dedy Kustawan, 2012: 21-22).
Keterbatasan anak berkebutuhan khusus merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap pendidik PJOK karena keterbatasan individu yang terdapat pada peserta didik ini akan menyebabkan keberagaman karakteristik anak. Keberagaman karakteristik anak dapat digunakan acuan oleh pendidik untuk menentukan dan merencanakan pembelajaran PJOK. Seperti apa yang diungkapkan oleh Arma Abdoellah (1996: 6-7) bahwa setiap pendidik PJOK perlu merencanakan kegiatan pembelajaran PJOK yang disesuaikan dengan macam kelainan dari perserta didik yang berkelainan.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran PJOK yang sesuai dengan macam kelainan dan karakteristik anak berkebutuhan khusus akan dapat meningkatkan pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial dan intelektual anak berkebutuhan khusus. Lalu bisa tertanam nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri (Tarigan Beltasar, 2000 : 10).
Untuk mempermudah bagaimana implementasi PJOK adaptif/khusus dalam penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, dapat dipahami melalui gambar bagan di bawah ini (gambar 2).










 



















Gambar 2. Bagan Implementasi PJOK Adaptif/Khusus Dalam Penyelenggaraan Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus















                                                              BAB III                          
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sesuai dengan Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah yang ada, penyelenggaraan pendidikan juga memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Hal ini yang menjadi dasar bahwa tak terkecuali pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan juga harus diberikan kepada anak berkebutuhan khusus.
Pendidik pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (PJOK) harus dapat memahami keterbatasan setiap individu (peserta didik) dalam pembelajaran PJOK. Setiap peserta didik mempunyai karakter berbeda-beda (heterogen), karena para peserta didik di samping anak-anak normal juga terdapat anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memiliki beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensorisneurologis. Pembelajaran PJOK adaptif/khusus untuk ABK harusnya dibedakan  dan  disesuaikan  dengan karakteristik  kebutuhan  anak tersebut. Pendidik PJOK harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis kelainan yang ada pada ABK.  Dengan adanya modifikasi sarana pembelajaran memudahkan pendidik menyampaikan materi dan dapat meningkatkan minat serta ketertarikan peserta didik terhadap materi yang diajarkan, sehingga pembelajaran PJOK bagi ABK dapat berjalan dengan baik.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran PJOK yang sesuai dengan macam kelainan dan karakteristik anak berkebutuhan khusus akan dapat meningkatkan pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial dan intelektual. Disamping itu, proses pendidikan itu penting menanamkan nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri.
B.     Saran
Sebagai pendidik PJOK, sangat penting sekali memahami beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensorisneurologis peserta didik, karena selain terdapat anak yang normal juga ada anak berkebutuhan khusus (ABK). Lewat PJOK adaptif/khusus, pendidik seharusnya merencanaan dan melaksanaan pembelajaran PJOK yang sesuai dengan macam kelainan dan karakteristik ABK. Pendidik PJOK harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis kelainan yang ada pada ABK. Oleh sebab itu jangan sampai pendidik menyamaratakan program pembelajaran bagi semua peserta didik dan tidak melakukan modifikasi baik   pemilihan materi, strategi maupun, media yang dipergunakan sesuai dengan     kebutuhan dan kemampuan siswa berkebutuhan khusus. Dengan begitu lewat PJOK adaptif/khusus tujuan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus akan tercapai.



DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hadis. (2006). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik. Bandung: Alfabeta.

Ahmad Wasita. (2013). Seluk-Beluk Tunarungu & Tunawicara Sserta Strategi Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera.

Aip Sjarifuddin & Matakupan. (1980). Olahraga Pendidikan Untuk Anak Lemah Ingatan. Jakarta: Sinar Pengetahuan.

Amin, M. & Andreas, D. (1980). Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: New Aqua Press.

Arma Abdullah (1996). Pendidikan Jasmani Adapif. Jakarta: Departemen Pendidikan Kebudayaan, Diretora Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.

Dedy Kustawan. (2012). Pendidikan Inklusif &Upaya Implementasinya. Jakarta Timur: Luxima Metro Media.

Mendiknas. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70, Tahun 2009, tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat Istimewa.

Mirza Maulana. (2012). Anak Autis, Mendidik Anak Autis dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat.Yogyakarta: Katahati.

Misbach D. (2012). Seluk-Beluk Tunadaksa &Strategi Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera.

Mumpuniarti. (2001). Pendidikan Anak Tunadaksa. Tesis magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.

Presiden. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 17, Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan

Tarigan Beltasar. (2000). Penjaskes Adaptif. Jakarta :Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Saeful H. & Wawan. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Tunalaras. Jakarta Timur: Luxima Metro Media. 

No comments:

Post a Comment

Terima Kasih, Komentar dan saran...

Sukses Selalu