ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
JASMANI, OLAHRAGA dan KESEHATAN
Oleh:
ABSTRAK
Tujuan
penulisan ini adalah untuk mengetahui: (a) pembelajaran pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
(PJOK) adaptif/khusus (b) anak berkebutuhan khusus (C) klasifikasi anak
berkebutuhan khusus, dan (d) implementasi PJOK untuk anak berkebutuhan khusus.
Fokus utama penulis
adalah tentang implementasi PJOK adaptif/khusus untuk ABK mulai dari perencanaan
dan pelaksanaan, sampai pada akhirnya tercapai tujuan pendidikan untuk ABK
yaitu meningkatkan pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial
dan intelektual. Yang paling penting tersampaikannya nilai-nilai dan sikap
positif terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun mentalnya sehingga ABK
mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga
diri.
Hasil
penulisan ini menyimpulkan bahwa PJOK didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan
motorik, pengetahuan, perilaku hidup sehat, aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi anak termasuk
mereka yang berkebutuhan khusus. Pemahaman pendidik terhadap anak berkebutuhan
khusus (ABK) menjadi dasar untuk merencanakan dan melaksanakan PJOK adaptif/khusus
sesuai dengan karakteristik anak sehingga tercapai tujuan pendidikan.
Kata Kunci: adaptif,
anak berkebutuhan khusus, implementasi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (PJOK) merupakan proses
pendidikan melalui aktivitas jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum. Tujuan pendidikan secara umum yaitu
untuk membentuk sikap, kepribadian, perilaku sosial, dan intelektual peserta
didik melalui aktivitas jasmani (Sukadiyanto, 2011: 438). Proses pembelajaran
PJOK didesain untuk meningkatkan kebugaran jasmani, mengembangkan
keterampilan
motorik, pengetahuan, perilaku hidup sehat, aktif, sikap sportif, dan kecerdasan emosi. Pengalaman yang disajikan akan membantu
peserta didik untuk memahami
mengapa manusia bergerak dan bagaimana cara melakukan gerakan secara aman, efisien, dan efektif. Hal ini menunjukkan
bahwa PJOK bertujuan
membantu anak tumbuh dan berkembang
secara wajar sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu
menjadi manusia Indonesia seutuhnya.
Pencapaian
tujuan tersebut berpangkal
pada perencanaan pengalaman gerak yang sesuai dengan
karakteristik anak.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) diberikan tidak hanya di sekolah umum saja,
tetapi juga diberikan pada sekolah untuk anak berkebutuhan
khusus (ABK) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah yang menyelenggarakan program/kelas
inklusi. Berdasarkan karakteristik,
PJOK untuk
ABK
dibedakan
dan disesuaikan
dengan kebutuhan
anak
tersebut.
PJOK yang diberikan untuk
ABK sering disebut PJOK adaptif atau PJOK khusus. Secara khusus istilah adaptif berarti mengatur, penyesuaian
atau
membuat menjadi lebih baik. PJOK adaptif merupakan
sarana yang sangat strategis dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
jasmani, keterampilan gerak, sosial, dan
intelektual ABK. Peningkatan kualitas proses pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan sangat penting untuk menanamkan sikap positif terhadap keterbatasan kemampuan mereka, baik
dari segi fisik maupun mentalnya sehingga para peserta
didik
mampu bersosialisasi dengan
lingkungan
dan memiliki
rasa percaya
diri
dan harga diri,
dengan melalui program
dan peralatan yang dimodifikasi untuk memungkinkan setiap ABK
memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dengan aman, sukses dan memperoleh
kepuasan.
Pembelajaran PJOK adaptif atau PJOK khusus bagi anak berkebutuhan khusus
(ABK) harus disesuaikan karakteristik dengan jenis kelainan maupun tingkat kecacatan anak, baik dalam pemilihan materi, metode maupun strategi pembelajarannya, karena
ABK merupakan individu yang berbeda dengan anak pada
umumnya dalam hal emosional, fisik, mental, sosial, maupun intelegensi mereka. Menurut Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki
Potensi Kecerdasan dan Bakat Istimewa, disebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan
juga memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk mengikuti
pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya.
Keberhasilan peserta didik dalam belajar di Sekolah
Luar Biasa (SLB) atau di program/kelas inklusi suatu sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari
anak berkebutuhan khusus itu sendiri
maupun dari pendidik pendidikan
jasmani, olahraga dan kesehatan. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
pembelajaran PJOK adalah partisipasi peserta didik, hubungannya dengan kegiatan
belajar yaitu menciptakan kondisi atau suatu proses yang mengarahkan peserta
didik agar melakukan aktivitas belajar. Agar partisipasi peserta didik ABK
dalam PJOK dapat terealisasikan maka diperlukan dukungan dari berbagai pihak,
baik orangtua, pendidik maupun masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan deskripsi di atas, sangat penting sekali bahwa pemahaman
khususnya bagi pendidik untuk mengetahui keterbatasan individu (peserta didik)
dalam pembelajaran PJOK. Setiap peserta didik mempunyai karakter berbeda-beda
(heterogen), karena para peserta
didik di samping
anak-anak normal
juga terdapat
anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memiliki
beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensorisneurologis. Pembelajaran PJOK untuk ABK harusnya dibedakan
dan disesuaikan
dengan karakteristik kebutuhan
anak
tersebut.
Pendidik PJOK harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis
kelainan yang ada pada ABK. Dengan adanya modifikasi sarana pembelajaran memudahkan pendidik
menyampaikan materi dan dapat meningkatkan minat serta ketertarikan
peserta didik terhadap materi yang diajarkan, sehingga pembelajaran PJOK bagi ABK dapat berjalan
dengan baik.
B.
Rumusan Masalah
Melihat latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah agar mudah dalam mengkaji bab yang akan dibahas dalam makalah ini, dengan pertanyaan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
adaptif atau pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan khusus?
2. Apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana klasifikasi anak berkebutuhan khusus?
4. Bagaimana implementasi pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
untuk anak berkebutuhan khusus?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan Adaptif
Pendidikan Jasmani,
Olahraga dan Kesehatan (PJOK) merupakan proses pendidikan melalui aktivitas
jasmani, olahraga dan kesehatan sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan
secara umum. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan (PJOK) diberikan tidak hanya di sekolah umum saja,
tetapi juga diberikan pada sekolah untuk anak berkebutuhan
khusus (ABK) yaitu Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah yang menyelenggarakan
kelas inklusi. Berdasarkan karakteristik,
PJOK untuk
ABK
dibedakan
dan disesuaikan
dengan kebutuhan
anak
tersebut.
PJOK yang diberikan untuk
ABK sering disebut PJOK adaptif atau PJOK khusus.
Menurut Sherril (1981: xxvii
dalam Arma Abdoellah, 1996: 3) yang dimaksud dengan PJOK adaptif/khusus adalah sebagai
suatu sistem penyampaian pelayanan yang komprehensif yang dirancang untuk
mengidentifikasi, dan memecahkan masalah dalam ranah psikomotor. Pelayanan
tersebut mencakup penilaian, program pendidikan individual (PPI), pengajaran
bersifat pengembangan dan/ atau yang disarankan, konseling, dan kordinasi dari
sumber/layanan yang terkait untuk memberikan pengalaman pendidikan jasmani,
olahraga dan kesehatan yang optimal kepada semua anak dan pemuda.
Secara singkat dapat dikatakan
bahwa PJOK adaptif atau khusus adalah suatu bagian khusus dalam PJOK yang
dikembangkan untuk menyediakan program bagi individu dengan kebutuhan khusus.
Ada tiga progam utama yang diberikan dalam perkembangan menurut French dan
Jansma (1982: 8 dalam Arma Abdoellah,
1996: 3) yaitu:
1.
Pendidikan jasmani disesuaikan (adapted physical education)
Pendidikan jasmani disesuaikan (adapted physical education) adalah pendidikan melalui program
aktivitas jasmani tradisional yang dimodifikasi untuk memungkinkan individu
dengan kelainan memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dengan aman, sukses
dan memperoleh kepuasan. Sebagai contoh, individu yang penglihatannya terbatas
atau harus berada di kursi roda untuk berpindah tempat memerlukan peraturan
voli yang dimodifikasi atau memerlukan peralatan tambahan untuk bola gelinding.
2.
Pendidikan jasmani korektif
Pendidikan jasmani korektif terutama mengacu kepada
perbaikan kelainan fungsi postur dan mekanika tubuh. Sebagai contoh, seorang
anak yang menderita patah tulang kakinya dan gips pembungkus kaki itu baru saja
dilepas, ia memerlukan rehabilitasi dari kakinya yang mengecil sehingga untuk
sementara waktu harus masuk kelas koerktif. Sebaliknya, seorang wanita dewasa
dengan idiopatik skoliosis dimasukkan ke kelas pendidikan jasmani korektif
untuk waktu yang cukuup lama. Pendidikan jasmani korektif juga dinamakan
pendidikan jasmani remedial.
3.
Pendidikan jasmani perkembangan
Pendidikan jasmani perkembangan mengacu kepada satu
program kesegaran jasmani yang progresif dan atau latihan otot-otot besar untuk
meingkatkan kemampuan jasmani individu sampai pada tingkat atau mendekati
tingkat kemampuan teman sebayanya.
Tujuan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan adaptif harus ada dalam pembelajaran di Sekolah Luar Biasa (SLB)
maupun kelas inklusi. Seperti
yang dikemukan oleh Arma Abdullah (1996 : 4) bahwa
tujuan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan khusus atau adaptif adalah untuk menolong peserta
didik mengkoreksi kondisi yang dapat diperbaiki dan memberikan
kepada peserta
didik untuk mempelajari
dan
berpartisipasi dalam sejumlah macam olahraga dan aktivitas
jasmani yang bersifat rekreatif, serta untuk melakukan penyesuaian sosial dan
menggembangkan perasaan memiliki rasa percaya diri,
harga diri.
Tujuan pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan
adaptif bagi anak berkebutuhan khusus bersifat holistik,
seperti tujuan PJOK untuk anak-anak normal. Yaitu mencakup tujuan untuk
meningkatkan pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial dan
intelektual. Disamping itu, proses pendidikan itu penting menanamkan
nilai-nilai dan sikap positif terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun
mentalnya sehingga mereka mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki
rasa percaya diri dan harga diri (Tarigan Beltasar, 2000 : 10).
Penyampaian pembelajaran PJOK
bagi ABK seyogyanya dilakukan modifikasi metode maupun
sarana dan prasarananya, hal ini dikemukakan oleh Tarigan Beltasar (2000 : 48)
bahwa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para ABK dalam pembelajaran PJOK,
pendidik seyogyanya melakukan modifikasi dan penyesuaian. Jenis dan taraf
modidikasi yang dilakukan, dapat bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan anak
karena dengan adanya penyesuaian, akan terjadi berbagai variasi yang menambah
semarak suasana pembelajaran adaptif.
Dalam merancang pembelajaran di SLB maupun
kelas inklusi maka pendidik harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis kelainan yang ada pada peserta
didik. Dengan adanya modifikasi sarana pembelajaran memudahkan pendidik menyampaikan materi dan dapat meningkatkan minat serta ketertarikan
peserta didik terhadap materi yang diajarkan, sehingga pembelajaran PJOK bagi anak berkebutuhan khusus dapat berjalan
dengan baik.
B.
Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam
kehidupan sehari-hari dimasyarakat, istilah anakk luar biasa yang kini disebut
sebagai anak berkebutuhan khusus masih disalahtafsirkan, yaitu anak luar biasa
selalu diaartikan sebagai anak yang berkemampuan unggul atau berprestasi yang
luar biasa. Padahal pengertian anak luar biasa juga mengacu kepada pengertian
yaitu anak yang mengalami kelainan atau ketunaan, baik pada satu macam kelainan
maupun lebih dari ssatu jenis kelainan.
Pengertian
“luar biasa” dalam dunia pendidikan mempunyai ruang lingkup pengertian yang
sangat luas daripada pengertian “berkelainan atau cacat” dalam percakapan
sehari-hari. Dalam dunia pendidikan Abdul Hadis (2006: 5) menjelaskan istilah
luar biasa mengandung pengertian ganda, yaitu mereka yang menyimpang ke atas
karena mereka memiliki kemampuan yang luar biasa dibanding dengan orang normal
pada umumnya dan mereka yang menyimpang ke bawah, yaitu mereka yang menderita
kelainan atau keturunan dan kekurangan yang tidak diderita oleh orang normal
pada umumnya.
Anak
berkebutuhan khusus (ABK) menurut Dedy Kustawan (2012: 23) adalah mereka yang
karena suatu hal khusus (baik yang berkebutuhan khusus permanen dan yang
berkebutuhan khusus temporer) membutuhkan pelayanan pendidikan khusus, agar
potensinya berkembang secara optimal. Konsep anak berkebutuhan khusus (child with special needs) memiliki makna
dan lingkup lebih luas dibandingkan dengan konsep anak luar biasa (exceptional children).
Anak
berkebutuhan khusus menurut Abdul Hadis (2006: 5) dijelaskan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus
untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan,
layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling dan berbagai jenis layanan
lainnya yang bersifat khusus.
Anak
berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan yang spesifik yang berbeda
dengan anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang
disebut dengan hambatan belajar dan hambatan perkembangan (barier to learning and developtment). Mereka memerlukan layanan
pendidikan yang sesuai dengan hambatan belajar dan hambatan yang dialami oleh
masing-masing anak (Dedy Kustawan, 2012: 23).
Jenis-jenis
layanan pendidikan tersebut diberikan secara khusus kepada anak yang
berkebutuhan khusus oleh pihak yang berkompeten pada setiap jenis layanan itu.
Pendidikan layanan khusus dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal,
nonformal dan informal. Pendidikan layanan khusus pada jalur formal
diselenggarakan dengan cara menyesuaikan waktu, tempat, sarana dan prasarana
pembelajaran, pendidik, tenaga kependidikan, dan/ atau sumber daya
pembelajaraan lainnya dengan kondisi kesulitan peserta didik.
C.
Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam dunia pendidikan, anak berkebutuhan khusus
diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainannya.
Dedy Kustawan (2012: 24) mengklasifikasi anak berkebutuhan khusus seperti dalam
gambar bagan di bawah ini (gambar 1).
Gambar 1. Bagan Anak Berkebutuhan Khusus
Permanen dan Temporer
(Sumber: Dedy Kustawan, 2012: 24)
1.
Anak Berkebutuhan Khusus Permanen
Menurut
Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik
yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat Istimewa
dan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan terdiri dari anak yang memiliki kelainan dan anak
yang memiliki potensi kecerdasan dan/ atauu bakat istimewa. Anak yang memiliki
kelainan dan anak yang memiliki potensi kecerdasan dan/ bakat istimewa termasuk
anak berkebutuhan khusus permanen.
a. Anak yang memiliki kelainan
Anak yang memiliki kelainan
terdiri atas:
1)
Anak tunanetra
Anak
tunanetra menurut Dedy Kustawan (2012: 25) adalah anak yang memiliki hambatan
dalam penglihatan. Tunanetra diklasifikasikan ke dalam dua golongan yaitu buta
total (blind) dan kurang awas (low vision). Karena tunanetra memiliki keterbatasan
dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra
yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.
Amin, M. & Andreas, D. (1980: 21) juga menyebutkan bahwa tunanetra
diklasifikasiakan dalam dua golongan yaitu buta dan sukar melihat. Buta ialah
tidak bisa melihat sama sekali, seperti buta sebelah, buta ayam, buta warna,
dan buta huruf. Lalu sukar melihat adalah dapat melihat tetapi sukar
melakukannya, seperti kabur penglihatan dan membutuhkan waktu lama ubtuk
melihat.
Arma Abdoellah (1996: 11) menyebutkan tunanetra sebagai
kerusakan penglihatan. Kerusakan penglihatan berarti kerusakan visual, walaupun
dengan koreksi seperti kaca mata, yang akibatnya akan mempengaruhi unjuk kerja
pendidikan anak.
Prinsip
yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra
adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara. Abdul Hadis
(2006: 21) juga menjelaskan bahwa indivvidu yang mengalami kerusakan
penglihatan proses pendidikannya harus diajar dapat membaca dengan huruf
Braille atau dengan metode aural (menggunakan media tape yang dpat merekam dan
didengar) oleh anak yang mengalami kerusakan penglihatan. Sedangkan individu
yang melihat secara parsial (sebagian) adalah orang yang dapat membaca cetakan
yang diperbesar dengan alat pembesar dan buku cetak yang diperbesar mungkin
agar anak tersebut dapat membacanya untuk tujuan proses pembelajaran di kelas.
Program
khusus bagi peserta didik dengan gangguan/hambatan penglihatan/tunanetra adalah
program Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya
mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana
menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari
alumunium).
2) Anak tunarungu
Anak
tunarungu menurut Dedy Kustawan (2012: 25) adalah anak yang memiliki hambatan
dalam pendengaran yang sedemikian rupa. Anak dengan gangguan pendengaran atau
tunarungu mengalami kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi atau
tingkatan baik ringan, sedang, berat, dan sangat berat yang akan mengakibatkan
pada gangguan komunikasi dan bahasa. Keadaan ini walaupun telah diberikan alat
bantu dengar tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Tetapi Amin,
M. & Andreas, D. (1980: 21-22)
menyebutkan bahwa tunarungu diklasifikasiakan dalam dua golongan yaitu
tuli dan susah dengar.
Ahmad Wasita (2013: 20) menjelaskan bahwa orang tuli
adalah orang yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses
informasi bahasa melalui pendengaran, baik menggunakan ataupun tidak
menggunakan alat bantu dengar (ABD).
Bagi
anak tunarungu sering juga memiliki hambatan dalam berbicara, biasanya cara
berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan menggunakan isyarat gerakan tubuh
berupa gerakan jari dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI). Saat ini
satuan pendidikan khusus sudah mulai dikembangkan cara berkomunikasi
menggunakan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Anak tunarungu
cenderung kesulitan memahami sesuatu yang abstrak. Pada anak tunarungu perlu
dikembangkan Bina Komunikasi, Persepsi Bunyi dan Irama (BKPBI).
Kerusakan
pendengaran secara pendidikan menurut Abdul Hadis (2006: 19) adalah gangguan
pendengaran yang dialami oleh anak yang menyebabkan anak tidak memiliki
keterampilan dalam berkomunikasi dan keterampilan lain yang dibutuhkan dalam
proses pendidikan di kelas. Oleh karena itu, pendidik diharapkan bisa
mengembangkan keterampilan komunikasi atau bahasa dengan memahami kata-kata dengan melihat
gerak bibir orang lain dan selanjutnya anak diajar berbicara.
3) Anak tunawicara
Anak
tunawicara menurut Dedy Kustawan (2012: 26) adalah anak yang mengalami
kesulitan bicara, yang bisa diakibatkan tidak//kurang berfungsinya alat-alat
bicara seperti rongga mulut,bibir, lidah, langit-langit, pita suara, dan
lainnya, bisa juga diakibatkan pada kerusakan lain seperti tidak/kurang
berfungsinya indra pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan
pada sistem saraf dan struktur otot, juga ketidakmampuan dalam kontrol gerak
dapat mengakibatkan gangguan berbicara.
Menurut
Arma
Abdoellah (1996: 13) tunawicara adalah kelemahan dalam ucapan/berbicara berarti
gangguan berkomunikasi seperti gagap, kelemahan artikulasi, kelemahan dalam
bahasa atau suara, yang berakibat tidak baikterhadap unjuk kerja pendidikan
anak. Abdul Hadis (2006: 17) menambahkan
bahwa berbicara merupakan alat utama untuk berkomunikasi. Ketika instrumen atau
organ bicara terganggu, maka komunikasi seseorang juga terganggu.
Cara
berkomunikasi anak tunawicara hampir sama dengan anak tunarungu, beerkomunikasi
menggunakan bahasa isyarat dan menggunakan isyarat gerakan tubuh berupa gerakan
jari dengan Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI).
4) Anak tunagrahita
Anak
tunagrahita menurut Dedy Kustawan (2012: 27) adalah anak yang memiliki
intelligensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
Anak tunagrahita mempunyai hambatan akademik yang sedemikian rupa sehingga
dalam layanan pembelajarannya memerlukan modifikasi kurikulum yang sesuai dengan
kebutuhan khususnya. Klasifikasi anak tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ
(Lihat tabel 1). Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih menitik beratkan
pada bina diri dan cara bersosialisasi.
Tabel 1. Klasifikasi Tingkatan IQ
No.
|
Golongan
|
Skor
|
Dalam IQ
|
1
|
Genius
|
1
|
Di atas 140
|
2
|
Sangat lebih tinggi (superior)
|
2
|
120-140
|
3
|
Lebih tinggi (superior)
|
3
|
110-120
|
4
|
Normal (biasa)
|
4
|
90-110
|
5
|
Bodoh atau terbelakang
|
5
|
80-90
|
6
|
Boderlne deficiency
(Garis batas kurang)
|
6
|
70-80
|
7
|
a. Moron
|
7
|
a. 50-70
|
b.Imbesil
|
|
b. 20-50
|
|
c. Idiot
|
|
c. Di bawah 20
|
|
IQ 51-70 = Tunagrahita ringan
IQ 36-51 = Tunagrahita sedang
IQ 20-35 = Tunagrahita berat
IQ dibawah 20 = Tunagrahita
sangat berat
|
5) Anak tunadaksa
Tunadaksa
adalah seseorang atau anak yang meiliki cacat fisik, tubuhdan cacat orthopedi. Misbach D (2012: 15)
menjelaskan bahwa tunadaksa merupakan kelainan bentuk tubuh yang mengakibatkan
kelainan fungsi dari tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan yang dibutuhkan. Hal
tersebut disebabkan oleh kelainan neuromoskular dan struktur tuulang yang
bersifat bawaan sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy,
amputasi, polio, dan lumpuh.
Anak
tunadaksa menurut Dedy Kustawan (2012: 27) adalah anak yang memiliki gangguan
gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromoskular dan struktur tulang yang
bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk cerebral palsy,
amputasi (amputi) polio dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah
ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktifitas fisik tetap masih
dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memiliki keterbatasan motorik
dan mengalami gangguan koordinasi sensorik berat yaitu memiliki keterbatasan
motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan
total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
Arma
Abdoellah (1996: 56) menjelaskan lebih lanjut bahwa ada sejumlah syaraf dan
otot yang dapat langsung mempengaruhi kemampuan individu untuk memperoleh
manfaat dari peogram PJOK. Kerusakan pada syaraf utama yang berakibat buruk
terhadap penerimaan dan pemencaran rangsang dan pada gilirannya mempengaruhi
unjuk-kerja gerak yaitu yang disebabkan serangan mendadak satu penyakit (seizure disorder), cerebral palsy dan spina
bifida.
Identifikasi
tunadaksa selain dengan pengamatan pada gejala yang ada pada tubuh individu
dapat dilakukan dengan pengamatan perkembangan motorik individu. Seseorang
dapat diidentifikasi tunadaksa karena perkembangan motoriknyya tidak sesuai
atau berkelainan dari perkembangan motorik yang normal (Mumpuniarti, 2001:
69-70).
6) Anak tunalaras
Tunalaras
menurut Saeful H. & Wawan (2013: 11) adalah gangguan atau hambatan atau
kelainan tingkahh laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
Anak
tunalaras menurut Dedy Kustawan (2012: 27-28) adalah anak yang mengalami
gangguan dalam mengendalikan emosi dan perilaku atau kontrol sosial. Anak
tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai norma dan
aturan yang berlaku disekitarnya. Anak tunalaras mudah marah, mudah terangsang
emosinya(emosional), sering menentang perintah atau tugas, sering melanggar
tata tertib, agresif, sering merusak, suka mencuri, mengganggu lingkungan dan
suka dengan kegiatan yang rutin.
7) Anak berkesulitan belajar
spesifik
Anak
berkesulitan belajar spesifik menurut Dedy Kustawan (2012: 28) adalah anak yang
memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi
kemampuan membaca, braininjury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia
perkembangan. Anak kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas
rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi
gerak, gangguan orientasi arah dan ruang,dan keterlambatan perkembangan konsep.
Abdul
Hadis (2006: 12-13) menyebutkan bahwa peenyebab ketidakmampuan belajar dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori penyebab, yaitu karena disfungsi otak,
gangguan biokemik, faktor genetik, dan faktor lingkungan.
8) Anak lamban belajar
Anak
lamban belajar menurut Dedy Kustawan (2012: 29) adalah anak yang memiliki
potensi intelektual sedikit dibawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.
Dalam beberapahal mengalami keterlambatan berfikir, merespon rangsangan dan
adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik dibandingkan dengan tunagrahita.
Karakteristik anak lamban belajar yaitu rata-rata prestasi belajarnya selalu
rendah, dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandiingkan
teman-teman seusianya, daya tangkap terhadap pelajaran lambat dan pernah tidak
naik kelas.
9) Anak autis
Anak
autis menurut Dedy Kustawan (2012: 29) adalah gangguan perkembangan pada anak
yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif,
bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Autis dapat terjadi pada
semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa di kota, berpendidikan maupun
tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian
anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan mendiagnosis lebih
awal sehingga memungkinkan penanganan yang lebih awal sehingga memungkinkan
penanganan yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik. Anak autis memiliki
hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi, pola bermain, gangguan sensoris,
perkembangan lambat atau tidak normal, penampakan gejala, perilaku, dan emosi.
Gejala
autisme menurut Mirza Maulana (2012: 11) terjadi sejak masa paling awal
dalam kehidupan mereka. Gejala-gejala tersebut tampak ketika bayi menolak
sentuhan orang tuanya, tidak merespon kehadiran orang tuanya, dan melakukan
kebiasaan-kebiasaan lainnya yang tidak dilakukan oleh bayi-bayi normal pada
umumnya. Orang tua harus bisa menyadari gejala yang timbul sedini mungkin, agar
bisa ditangani dengan optimal.
b. Anak yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa
Anak
berbakat ialah anak yang memiliki bakat yang istimewa dibidang intelektual,
seni, olahraga, dan keterampilan tertentu. Anak yang berbakat dibidang intelektual
memiliki kemampuan berpikir yang istimewa, cerdas, dan kreatif dalam berpikir
dan berperilaku, cepat dan tepat dalam memecahkan masalah baik yang sederhana
maupun yang kompleks, dan memiliki prestasi belajar yang baik di sekolah. Anak
yang berbakat istimewadi bidang seni, olahraga, dan keterampilan tertentu
menunjukkan prestasi yang luar biasa, prestasi itu dicapai dengan sedikit
latihan dan bahkan tanpa latihan (Abdul Hadis, 2006: 27).
Anak
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa menurut Dedy Kustawan
(2012: 32-33) adalah anak yang secara significant
memiliki potensi di atas rata—rata dalam bidang kemampuan umum, kademik
khusus, kreativitas, kepemimpinan, seni, dan/ atau olahraga.Proses
mengidentifikasi peserta didik cerdas istimewa menggunakan pendekatan
multidimensional, artinya menggunakan lebih dari satu kriteria (bukan hanya
itelligensi). Batasan yang digunakan adalah peserta didik yang memiliki dimensi
kemampuan umum pada taraf cerdas ditetapkan skor IQ 130 ke atas dengan pengukuran
menggunakan skala Wechsler. Layanan pendidikan bagi peserta didik cerdas
istimewa yaitu bisa melalui Enrichment (pengayaan) dan gabungan Acceleratin Enrichment (percepatan).
2.
Anak Berkebutuhan Khusus Temporer
Anak
berkebutuhan khusus temporer (sementara) adalah anak yang memiliki hambatan
belajar dan perkembangan yang penyebabnya berasal dari luar dirinya yang
sifatnya temporer atau sementara sehingga memerlukan layanan pendidikan khusus.
Menurut Dedy Kustawan (2012: 33-34) menjabarkan penyebab anak berkebutuhan
khusus temporer, antara lain:
1) Anak di daerah terpencil atau terbelakang
Anak di daerah terpencil atau
terbelakang adalah anak yang bertempat tinggal di daerah yang secara geografis
terletak dari jangkauan pelayanan pendidikan formal maupun nonformal.
2) Anak pada masyarakat adat yang terpencil
Anak pada masyarakat adat
terpencil adalah anak yang bertempat tinggal di dalam lingkungan masyarakat
yang secara geogradis, sosial dan kultural terpisah dari komunitas masyarakat
pada umumnya karena ikatan adat tertentu.
3) Anak yang terkena bencana alam
Anak yang terkena bencana alam
adalah anak yang tidak dapat mengikuti dan/ atau menyelesaikan pendidikan
akibat terkena bencana alam dalam kurun waktu tertentu.
4) Anak yang mengalami bencana sosial
Anak yang terkena bencana sosial
adalah anak yang tidak dapat mengikuti dan/ atau menyelesaikan pendidikan
akibat terkena bencana sosial dalam kurun waktu tertemtu.
5) Anak dari keluarga/masyarakat yang tidak mampu dari
segi ekonomi
Anak yang tidak mampu dari segi
ekonomi adalah anak dari keluarga yang memiliki pendapatan di bawah rata-rata
secara ekonomi sehingga berpengaruh terhadap kelangsungan belajarnya.
D.
Implementasi pendidikan jasmani,
olahraga dan kesehatan untuk anak berkebutuhan khusus
Implementasi
pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan (PJOK) untuk anak berkebutuhan
khusus (ABK) dapat dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan sekolah yang menyelenggarakan
kelas inklusi lewat PJOK adaptif/khusus. Implementasi PJOK adaptif/khusus
untuk anak berkebutuhan khusus (ABK) sangat tergantung pada sikap, pengetahuan, fleksibilitas dan kemampuan
kreatif untuk memecahkan masalah dan mendesentralisasi pengambilan keputusan
hingga kepada individu pendidik, orang tua dan peserta didik berkebutuhan
khusus. Kerjasama kemitraan pada berbagai level akan sangat penting.
Pentingnya
anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas telah
dikemukakan di atas. Perundang-undangan dan Peraturan Pemerintah yang mendasari
sudah kuat dan jelas dari Presiden dan Kementerian Pendidikan Nasional
(sekarang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan). Hal ini yang menjadi dasar
bahwa tak terkecuali pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan juga harus
diberikan kepada anak berkebutuhan khusus.
Merancang
sebuah pembelajaran PJOK yang efektif bagi semua peserta didik termasuk anak
berkebutuhan khusus merupakan sebuah tuntutan yang harus dilakukan oleh seorang
pendidik PJOK. Dalam menyusum pembelajaran tentunya tidak hanya dapat dilakukan
secara langsung tanpa persiapan dan informasi yang jelas tentang kondisi dan
kesiapan peserta didik. Oleh sebab itu pendidik membutuhkan informasi yang
lengkap dari semua anak khususnya anak yang mengalami gangguan fisik,mental,
sosial, emosi, dan perilaku tersebut dengan melakukan assesmen, sehingga diharapkan
informasi ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam memberikan layanan yang
berorientasi pada kebutuhan dan keberagaman karakteristik anak. Informasi
tersebut diharapkan akan menyangkut fungsi perilaku anak (fisik, sosial,
emosional, kognitif, komunikasi termasuk bahasa), fungsi akademik, fungsi
lingkungan pendidikan anak (sosial, fisik dan
akademis),keterampilan-keterampilanbatas-batas pengetahuan anak, dan proses
serta strategi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Dedy Kustawan, 2012:
21-22).
Keterbatasan
anak berkebutuhan khusus merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap pendidik PJOK karena keterbatasan individu yang terdapat pada peserta didik ini akan menyebabkan keberagaman
karakteristik anak. Keberagaman karakteristik anak dapat digunakan acuan oleh pendidik untuk menentukan dan merencanakan pembelajaran PJOK. Seperti apa yang
diungkapkan oleh Arma Abdoellah (1996: 6-7) bahwa setiap pendidik PJOK perlu
merencanakan kegiatan pembelajaran PJOK yang disesuaikan dengan macam kelainan
dari perserta didik yang berkelainan.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran PJOK yang sesuai dengan macam
kelainan dan karakteristik anak berkebutuhan khusus akan dapat meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial dan intelektual
anak berkebutuhan khusus. Lalu bisa tertanam nilai-nilai dan sikap positif
terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun mentalnya sehingga mereka mampu
bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga diri
(Tarigan
Beltasar, 2000 : 10).
Untuk mempermudah bagaimana implementasi PJOK adaptif/khusus dalam
penyelenggaraan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus, dapat dipahami
melalui gambar bagan di bawah ini (gambar 2).
Gambar 2. Bagan Implementasi PJOK Adaptif/Khusus Dalam Penyelenggaraan
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sesuai dengan Perundang-undangan dan Peraturan
Pemerintah yang ada, penyelenggaraan
pendidikan juga memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan bersama-sama
dengan peserta didik pada umumnya. Hal ini yang menjadi dasar bahwa tak terkecuali
pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan juga harus diberikan kepada anak
berkebutuhan khusus.
Pendidik pendidikan jasmani, olahraga dan
kesehatan (PJOK) harus
dapat memahami keterbatasan setiap individu (peserta didik) dalam pembelajaran
PJOK. Setiap peserta didik mempunyai karakter berbeda-beda (heterogen), karena para peserta
didik di samping
anak-anak normal
juga terdapat
anak berkebutuhan khusus (ABK) yang memiliki
beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensorisneurologis. Pembelajaran PJOK adaptif/khusus untuk ABK harusnya dibedakan
dan disesuaikan
dengan karakteristik kebutuhan
anak
tersebut.
Pendidik PJOK harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis
kelainan yang ada pada ABK. Dengan adanya modifikasi sarana pembelajaran memudahkan pendidik
menyampaikan materi dan dapat meningkatkan minat serta ketertarikan
peserta didik terhadap materi yang diajarkan, sehingga pembelajaran PJOK bagi ABK dapat berjalan
dengan baik.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran PJOK yang sesuai dengan macam
kelainan dan karakteristik anak berkebutuhan khusus akan dapat meningkatkan
pertumbuhan, perkembangan jasmani, ketrampilan gerak, sosial dan intelektual.
Disamping itu, proses pendidikan itu penting menanamkan nilai-nilai dan sikap
positif terhadap keterbatasan baik segi fisik maupun mentalnya sehingga mereka
mampu bersosialisasi dengan lingkungan dan memiliki rasa percaya diri dan harga
diri.
B.
Saran
Sebagai pendidik PJOK, sangat penting sekali
memahami beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan sensorisneurologis
peserta didik, karena selain terdapat anak yang normal juga ada anak
berkebutuhan khusus (ABK). Lewat PJOK adaptif/khusus, pendidik seharusnya merencanaan dan melaksanaan
pembelajaran PJOK yang sesuai dengan macam kelainan dan karakteristik ABK. Pendidik PJOK harus menemukan dan memenuhi kebutuhan yang berbeda pada setiap jenis
kelainan yang ada pada ABK. Oleh sebab
itu jangan sampai pendidik menyamaratakan program pembelajaran bagi semua
peserta didik dan tidak melakukan modifikasi baik pemilihan materi, strategi maupun, media yang dipergunakan
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
siswa berkebutuhan khusus. Dengan begitu lewat PJOK adaptif/khusus tujuan
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus akan tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul
Hadis. (2006). Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus-Autistik. Bandung: Alfabeta.
Ahmad
Wasita. (2013). Seluk-Beluk Tunarungu
& Tunawicara Sserta Strategi Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera.
Aip
Sjarifuddin & Matakupan. (1980). Olahraga
Pendidikan Untuk Anak Lemah Ingatan. Jakarta: Sinar Pengetahuan.
Amin,
M. & Andreas, D. (1980). Pengantar
Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: New Aqua Press.
Arma Abdullah (1996). Pendidikan Jasmani Adapif. Jakarta: Departemen
Pendidikan Kebudayaan, Diretora Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pendidikan Tenaga Akademik.
Dedy Kustawan. (2012). Pendidikan Inklusif &Upaya
Implementasinya. Jakarta Timur: Luxima Metro Media.
Mendiknas. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 70, Tahun 2009, tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik
yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/ atau Bakat Istimewa.
Mirza Maulana. (2012). Anak Autis, Mendidik Anak Autis dan Gangguan
Mental Lain Menuju Anak Cerdas dan Sehat.Yogyakarta: Katahati.
Misbach D. (2012). Seluk-Beluk Tunadaksa &Strategi
Pembelajarannya. Yogyakarta: Javalitera.
Mumpuniarti. (2001). Pendidikan Anak Tunadaksa. Tesis
magister, tidak diterbitkan, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
Presiden. (2010). Peraturan Pemerintah Nomor 17,
Tahun 2010, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
Tarigan Beltasar. (2000). Penjaskes Adaptif. Jakarta :Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah.
Saeful
H. & Wawan. (2013). Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus Tunalaras. Jakarta Timur: Luxima Metro Media.
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih, Komentar dan saran...
Sukses Selalu