Teori Pembelajaran
Menurut
Edwin R Guthrie
ABSTRAK
Pengambilan
dan penerapan teori belajar dan pembelajaran yang kurang pas atau kurang
relevan dengan situasi dan kondisi yang bisa menyebabkan kerugian. sehingga
penulis membahas tentang teori pembelajaran dari Edwin Ray Guthrie. Guthrie
lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. . Guthrie (1952) berpendapat bahwa
kaidah yang dikemukakan oleh para teoritis seperti Thorndike dan Pavlov adalah
terlalu ruwet dan tak perlu, sebagai penggantinya dia mengusulkan satu hokum
belajar, law of contiguity (hokum kontiguitas),
yang dinyatakannya sebagai berikut: “Kombinasi stimuli yang mengiringi suatu
gerakan akan cenderung diikuti oleh gerakan itu jika kejadiannya berulang” dan
di revisi menjadi “Apa-apa yang dilihat akan menjadi sinyal untuk apa-apa yang
dilakukan”.
prinsip
one-trial learning (belajar satu
percobaan) dari Guthrie (1942) menolak hokum frekuensi sebagai prinsip belajar Jadi
menurut Guthrie, belajar adalah hasil dari kontiguitas antara satu pola
stimulasi dengan satu respons, dan belajar akan lengkap hanya setelah
penyandingan antara stimuli dan respons. Prinsip kontiguitas dan belajar satu
percobaan membutuhkan recency principle
(prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa respons yang dilakukan terakhir kali
dihadapan seperangkat stimuli adalah respons yang akan dilakukan ketika
kombinasi stimulus itu terjadi lagi diwaktu lain. Guthrie membedakan dua hal
yang sepintas hampir sama, yaitu “gerakan” dan “tindakan”.
Menurut
Guthrie, reinforcement sekedar
rancangan atau rangkaian mekanis yang bias disangkal dengan prinsip kebaruan.
Sehingga penguatan hanyalah aransemen mekanis yang dapat dijelaskan dengan
hokum belajar. Lupa disebabkan oleh munculnya respons alternative dalam satu
pola stimulus. Kebiasaan adalah respons yang menjadi diasosiasikan dengan sejumlah
besar stimulus. 3 cara memberikan respons: Threshold
Method (Metode Ambang), Fatigue
Method (Metode Kelelahan), Incompatible
response method (metode respons yang tidak kompatibel).
Membelokkan
atau menyimpangkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari petunjuk yang
menimbulkan perilaku yang tak diinginkan. hukuman (punishment) punya pengaruh
cukup besar untuk mengubah perilaku makhluk hidup atau lebih spesifik lagi
seseorang. Drives(dorongan)
fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie disebut maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga
organism tetap aktif sampai tujuan tercapai. Respons yang dikondisikan ke maintaining stimuli dinamakan intentions (niat). Dalam hal ini Guthrie
menolak konsep transfer latihan. Motivasi lebih tidak penting bagi Guthrie
ketimbang Thorndike. Latihan (praktik) adalah penting karena ia menimbulkan
lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang diinginkan.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Belajar
merupakan proses hidup yang sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk
mencapai berbagai macam kompetensi, pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik penting yang membedakan
manusia dengan makhluk hidup lainnya. Belajar mempunyai keuntungan, baik bagi
individu maupun masyarakat. Bagi individu, kemampuan belajar secara
terus-menerus bisa semakin meningkatkan kualitas hidupnya. Sedangkan bagi
masyarakat, belajar berperan penting dalam mentransmisikan budaya dan
pengetahuan dari generasi ke generasi.
Teori
pendidikan, belajar, dan pembelajaran yang digagas oleh berbagai pemikir telah
banyak muncul dalam sejarah umat manusia. Nadanya sangat beragam dan variatif.
Masing-masing punya kelebihan dan kekurangan, punya kekuatan dan kelemahan.
Pengambilan
dan penerapan teori belajar dan pembelajaran yang kurang pas atau kurang
relevan dengan situasi dan kondisi yang bisa menyebabkan kerugian berbagai
pihak yang berhubungan dengan jagat pendidikan dan pembelajaran itu; entah
kerugian yang menyangkut waktu, biaya dan tenaga. sehingga penulis membahas
tentang teori pembelajaran dari Edwin Ray Guthrie.
1.2 Identifikasi
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka identifikasi masalah pada makalah ini adalah:
bagaimanakah teori pembelajaran menurut Edwin Ray Guthrie ?
1.3 Tujuan
Tujuan
dari makalah ini sebagai salah satu persyaratan mata kuliah Teori Pembelajran
dan agar kita dapat mengetahui bagaimana teori pembelajaran yang dikemukakan
oleh Edwin Ray Guthrie.
BAB
II
PEMBAHASAN
Riwayat Hidup Erwin R.
Guthrie
Guthrie
lahir pada 1886 dan meninggal pada 1959. Dia adalah professor psikologi di
University of Washington dari 1914 sampai pensiun pada 1956. Karya dasarnya
adalah the psychology of learning, yang
dipublikasikan pada 1935 dan direvisi pada 1952. Gaya tulisannya mudah diikuti,
penuh humor, dan menggunakan banyak kisah untuk menunjukkan contoh ide-idenya.
Tidak ada istilah teknis atau persamaan matematika dan dia sangat yakin bahwa
teorinya atau teori ilmiah apa saja harus dikemukakan dengan cara yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru. Dia
sangat menekankan pada aplikasi praktis dari gagasannya dalam hal ini dia mirip
dengan Thorndike dan Skinner. Dia sebenarnya bukan eksperimentalis meskipun dia
jelas punya pandangan dan orientasi eksperimental. Bersama dengan Horton, dia
hanya melakukan satu percobaan yang terkait dengan teori belajarnya, dan kita
akan mendiskusikan percobaan ini. Tetapi dia jelas seorang behavioris. Dia
bahkan menganggap teoretisi seperti Thorndike, Skinner, Hull, Pavlov dan Watson
masih sangat subjektif dan dengan menerapkan hukm parsimony secara hati-hati
akan dimungkinkan untuk menjelaskan semua fenomena belajar dengan menggunakan
satu prinsip. Seperti yang akan kita diskusikan di bawah, satu prinsip ini
adalah hokum asosiasi Aristoteles. Karena alas an inilah kami menempatkan teori
behavioristik Guthrie dalam paradigma asosiasionistik.
Konsep Teoritis Utama
1. Hokum
belajar
Sebagian
besar teori belajar dapat dianggap sebagai usaha untuk menentukan kaidah yang
mengatur terjadinya asosiasi antara stimuli dan respon. Jadi setiap makhluk
hidup dihadapkan dengan banyak pilihan dalam kehidupannya. Guthrie (1952)
berpendapat bahwa kaidah yang dikemukakan oleh para teoritis seperti Thorndike
dan Pavlov adalah terlalu ruwet dan tak perlu, sebagai penggantinya dia
mengusulkan satu hokum belajar, law of
contiguity (hokum kontiguitas), yang dinyatakannya sebagai berikut:
“Kombinasi stimuli yang mengiringi suatu gerakan akan cenderung diikuti oleh
gerakan itu jika kejadiannya berulang. Cara lain menyatakan hokum kontiguitas
adalah jika anda melakukan sesuatu dalam situasi tertentu, pada waktu lain saat
anda dalam situasi itu anda akan cenderung melakukan hal yang sama. Namun
sebelum Guthrie meninggal dia merevisi kontiguitas menjadi, “Apa-apa yang
dilihat akan menjadi sinyal untuk apa-apa yang dilakukan”.
Menurut
Guthrie, hokum kontiguitas berkaitan dengan hokum kekerapan atau keseringan
latihan.
2. Belajar
satu percobaan
Unsur
lain dari hukum asosiasi Aristoteles adalah hokum frekuensi, yang menyatakan
bahwa kekuatan asosiasi akan tergantung pada frekuensi kejadiannya. Semakin
sering duatu respon yang dilakukan dalam situasi tertentu akan semakin besar
kemungkinan respon itu akan dilakukan saat situasi itu terjadi lagi. Namun
prinsip one-trial learning (belajar
satu percobaan) dari Guthrie (1942) menolak hokum frekuensi sebagai prinsip
belajar:suatu pola stimulus mendapatkan
kekuatan asosiatif penuh pada saat pertama kali dipasangkan dengan suatu
respons. Jadi menurut Guthrie, belajar adalah hasil dari kontiguitas antara
satu pola stimulasi dengan satu respons, dan belajar akan lengkap hanya setelah
penyandingan antara stimuli dan respons.
Suatu
pola stimulus menambah penuh kekuatan kaitannya pada kesempatan pertama
stimulus itu berpasangan dengan respons. Jika stimulus dan respons menjadi klop
dan nyambung maka “pertemuan” pertama punya kesan yang sangat kuat dan susah
dihilangkan. Jadi, belajar adalah kedekatan hubungan antara stimulus dan respons
yang relevan. Tanpa diulang-ulang pun jika antara stimulus dan respons telah
terjadi hubungan yang kuat, maka proses pembelajaran telah terjadi. Dengan
demikian, frekuensi atau pengulangan dalam proses pembelajaran ditolak oleh
Guthrie.
3. Prinsip
kebaruan
Prinsip
kontiguitas dan belajar satu percobaan membutuhkan recency principle (prinsip kebaruan), yang menyatakan bahwa respons
yang dilakukan terakhir kali dihadapan seperangkat stimuli adalah respons yang
akan dilakukan ketika kombinasi stimulus itu terjadi lagi diwaktu lain. Dengan
kata lain, apapun yang kita lakukan terakhir kali dalam situasi tertentu akan
cenderung kita lakukan lagi jika situasi itu kita jumpai lagi.
4. Gerakan,
Tindakan, dan Keterampilan
Guthrie
membedakan dua hal yang sepintas hamper sama, yaitu “gerakan” dan “tindakan”.
Gerakan merupakan kontraksi otot-otot, sedangkan tindakan adalah kombinasi
gerakan-gerakan. Suatu gerakan merupakan sebagian kecil dari perilaku,
sementara tindakan adalah sekumpulan gerakan yang membentuk suatu keterampilan
atau komponen-komponen keterampilan.
Suatu
gerakan merupakan peristiwa keterkaitan antara stimulus dan respons, dan
karenanya tak bergantung pada keberadaan suatu latihan. Sekali mengalami telah
cukup untuk menetapkan kaitan antara keduanya. Namun berbeda dengan gerakan,
suatu tindakan, memerlukan latihan. Tanpa latihan, suatu tindakan tidak akan
terarah dan sulit mencapai hal yang diinginkan dan target yang ditetapkan.
Jika
suatu tindakan merupakan kumpulan gerakan, maka suatu keterampilan merupakan
kumpulan dari berbagai gerakan yang terarah dan terlatih. Suatu keterampilan
contohnya bermain sepak bola, sebenarnya merupakan pembelajaran yang terdiri
dari ratusan bahkan ribuan keterkaitan antara stimulus khusus dan gerakan
khusus.
Menurut
Guthrie: “Pembelajaran yang normal terjadi dalam satu episode keterhubungan
saja. Adapun, latihan yang panjang dan pengulangan diperlukan untuk memantapkan
keterampilan karena keterampilan sesungguhnya membutuhkan banyak gerakan yang
khusus untuk dipasangkan pada banyak kondisi stimulus yang berlainan. Suatu
keterampilan bukanlah kebiasaan yang sederhana, melainkan merupakan suatu
kumpulan besar dari kebiasaan yang mencapai hasil tertentu dalam kondisi yang
berlainan”.
5. Sifat
penguatan
Dalam
persoalan mempersepsi hakikan reinforcement
atau penguatan dalam belajar dan pembelajaran, Guthrie tampaknya berbeda dengan
pendapat Thorndike. Dalam hokum akibat, Thorndike mengatakan bahwa “ketika
suatu respons mengarah pada kondisi yang memuaskan, maka kemungkinan untuk
muncul kembali akan meningkat. Menurut Guthrie, reinforcement sekedar rancangan atau rangkaian mekanis yang bias
disangkal denganprinsip kebaruan. Sehingga penguatan hanyalah aransemen mekanis
yang dapat dijelaskan dengan hokum belajar.
6. Lupa
Lupa
disebabkan oleh munculnya respons alternative dalam satu pola stimulus. Setelah pola stimulus menghasilkan respons
alternatif, pola stimulus itu kemudian akan cenderung menghasilkan respons
baru. Jadi, menurut Guthrie, lupa pasti
melibatkanproses belajar baru. Ini
adalah bentuk retroactive inhibition (hambatan
retroaktif) yang ekstrem, yakni fakta bahwa proses belajar lama diintervensi
oleh proses belajar baru. Contoh: seseorang yang belajar tugas A dan kemudian
belajar tugas B lalu diuji untuk tugas A. satu orang lainnya belajar tugas A,
tetapi tidak belajar tugas B, dan kemudian diuji pada tugas A. secara umum
ditemukan bahwa orang pertama mengingat tugas A lebih sedikit ketimbang orang
kedua. Jadi, tampak bahwa mempelajari sesuatu yang baru (tugas B) telah
mencampuri retensi dari apa yang telah dipelajari sebelumnya (tugas A).
Guthrie
menerima bentuk hambatan rekroaktif ekstrem ini. Pendapatnya adalah bahwa
setiap kali mempelajari sesuatu yang baru, maka prose situ akan “menghambat”
sesuatu yang lama. Dengan kata lain, lupa disebabkan oleh intervensi. Tak adaintervensi, lupa tak terjadi.
Cara
memutuskan kebiasaan
Kebiasaan
adalah respons yang menjadi diasosiasikan dengan sejumlah besar stimulus.
Semakin banyak stimuli yang menimbulkan respons, semakin kuat kebiasaan.
Guthrie mengemukakan tiga cara yang dapat dilakukan organism untuk memberi
respons:
·
Threshold
Method (Metode Ambang). Untuk memutus kebiasaan, aturannya selalu sama: cari petunjuk
yang memicu kebiasaan buruk dan lakukan responslain saat petunjuk itu muncul.
·
Fatigue
Method (Metode Kelelahan) pada metode kali ini
contohnya: gadis kecil membuat orang tuanya kesal karena suka bermain korek
api.
·
Incompatible
response method (metode respons yang tidak
kompatibel). Dengan metode ini stimuli untuk merespon yang tak diinginkan
disajikan bersama stimuli lain yang menghasilkan respons yang tidak kompatibel dengan respons
yang tidak diinginkan tersebut.
A.
Membelokkan kebiasaan
Ada
perbedaan antara memutus kebiasaanndengan membelokkan kebiasaan. Membelokkan
atau menyimpangkan kebiasaan dilakukan dengan menghindari petunjuk yang
menimbulkan perilakuyang tak diinginkan. Jika anda mengumpulkan sejumlah besar
pola perilaku yang tak efektif atau menyebabkan kecemasan, hal terbaik yang
bias dilakukan adalah meninggalkan situasi itu. Guthrie menyarankan agar anda
pergi ke suatu lingkungan bar yang member anda kesegaran baru karena anda tidak
punya banyak asosiasi dengan baru itu. Pergi kelingkungan baru itu akan membuat
anda lega dan bias mengembangkan pola perilaku yang baru. Tetapi, ini hanyalah
pelarian parsial karena banyak stimuli yang menyebabkan perilaku yang tak
diinginkan adalah stimuli internal anda, dan anda, karenanya, akan membawa
stimuli ke lingkungan baru. Juga stimuli dalam lingkungan baru yang identik
atau mirip dengan stimuli di lingkungan lama akan cenderung menimbulkan respons
yang sebelumnya dikaitkan dengannya.
B.
Hukuman
Berbeda
dengan reinforcement yang tidak
(terlalu) punya peran dalam proses belajar, maka hukuman (punishment) punya pengaruh
cukup besar untuk mengubah perilaku makhluk hidup atau lebih spesifik lagi
seseorang. Hukuman jika diberikan secara tepat dalam menghadirkan suatu
ransangan (stimulus) yang memunculkan perilaku innapropiate (tidak pantas, tidak tepat, tidak sesuai), dapat
menyebabkan subyek melakukan hal yang berbeda.
Segala
sesuatu yang dikatakan Guthrie tentang hukuman adalah sesuai dengan satu hokum
belajarnya-hukum kontiguitas. Ketika stimuli dan respons dipasangkan,mereka
menjadi diasosiasikan dan tetap diasosiasikan kecuali stimuli yang terjadi
disitu memunculkan respons lain, dimana pada saat itu mereka akan diasosiasikan
dengan respons baru tersebut. Saat mendiskusikan cara memutus kebiasaan, kita
melihat tiga aransemen mekanis yang dapat dipakai untuk mengatr asosiasi antara
stimuli dan respons. Hukuman adalah bentuk aransemen yang lain. Hukuman jika
digunakan secara efektif, akan menyebabkan stimuli yang sebelumnya menimbulkan respons yang tak
diinginkan menjadi memunculkan respons yang dapat diterima. Pendapat Guthrie
tentang hukuman diringkas sebagai berikut:
·
Hal penting mengenai
hukuman adalah bukan rasa sakityang ditimbulkannya tetapi apa yang membuat
organism itu berbuat.
·
Agar efektif,hukuman
harus menimbulkan perilaku yang tidak kompatibel dengan perilaku yang dihukum.
·
Agar efektif,hukuman
harus diaplikasikan bersama dengan stimuli yang menimbulkan perilaku yang di
hokum.
·
Jika syarat 2 dan 3
tidak terpenuhi, hukuman tidak akan efektif atau justru memperkuat respons yang
tak diinginkan.
Jadi, ketika hukuman
efektif, ia akan menyebabkan organism melakukan sesuatu selain perilaku yang
dihukum saat stimuli yang menimbulkan perilaku yang dihukum itu masih ada.
Respons ini tentu saja menyebabkan terbentuknya asosiasi yang baru, dan ketika
stimuli-stimuli itu muncul lagi di waktu yang lain, mereka cenderung akan
menimbulkan respons yang bias diterima. Contohnya dalam punishment ini yakni,
seorang atlit jika selalu dating terlambat, maka diberikan hukuman berupa
push-up atau jogging sampai latihan berakhir, sehingga kedepannya atlit
tersebut akan berusaha untuk tidak terlambat lagi, karena akan diberikan
hukuman.
C. Dorongan
Drives(dorongan)
fisiologis merupakan apa yang oleh Guthrie disebut maintaining stimuli (stimuli yang mempertahankan) yang menjaga
organism tetap aktif sampai tujuan tercapai. Misalnya, rasa lapar menghasilkan
stimulasi yang internal yang teruus ada sampai makanan dikonsumsi. Ketika
makana diperoleh, maintaining stimuli
akan hilang, dan karenanya kondisi yang telah menstimuli telah berubah, dan
karenanya mempertahankan respons terhadap makanan. Tetapi, perlu ditekankan
bahwa dorongan fisiologis ini hanya salah satu dari sumber-sumber stimyli yang
mempertahankan. Setiap sumber stimulasi yang terus berlangsung, entah itu
eksternal atau internal, menghasilkan stimuli yang mempertahankan.
Guthrie
menjelaskan bahwa kebiasaan menggunakan alcohol dan narkoba dengan cara serupa.
Misalnya, seseorang merasakan ketegangan atau gelisah. Dalam kasus ini,
ketegangan atau kegelisahan itu menjadi maintaining
stimuli. Jika dalam situasi ini orang itu minum satu atau dua gelas,
ketegangannya atau kegelisahannya mungkin berkurang. Menurut Guthrie, hasil ini
memantapkan hubungan antara kegelisahan dengan minum. Karenanya ketika di lain
waktu orang itu merasa gelisah, dia akan cenderung minum lagi. Secara bertahap
kegelisahan akan menimbulkan dorongan untuk minum (atau memakai narkoba) dalam
banyak situasi, yang menyebabkan orang itu menjadi kecanduan.
D.
Niat
Respons
yang dikondisikan ke maintaining stimuli
dinamakan intentions (niat). Respons
itu dinamakan niat karena maintaining
stimulation dari dorongan biasanya berlangsung selama periode waktu
tertentu (sampai dorongan berkurang). Jadi sekuensi
perilaku yang mendahului respons yang mengurangi dorongan akan diulang ketika
dorongan, dengan stimuli terkaitnya, muncul lagi. Sekuensi (urutan) perilaku
yang diasosiasikan dengan maintaining
stimuli tampaknya saling terkait dan logis, dan karenanya dianggap bersifat
internasional. Jika seekor hewan lapar dan dibiarkan makan, hewan itu akan
melakukan perilaku apa pun yang menyebabkannya mendapat makanan saat terakhir
kali ia lapar: Ia mungkin akan berjalan kea rah tertentu dijalur teka teki,
atau menekan tuas, atau menggerakkan galah. Jika orang sedang lapar dan ada
roti di kantornya, dia akan memakannya; tetapi jika dia lupa membawa bekal
makanan siang, dia akan berdiri dari kursi, mengenakan jaketnya, masuk ke
mobil, mencari restoran, masuk restoran, memesan makanan, dan seterusnya. Pola
reaksi yang berbeda telah diasosiasikan dengan maintaining stimuli dari rasa lapar dan stimuli dari situasi
lingkungan. Perilaku yang dipicu oleh maintaining
stimuli mungkin tampak purposive atau intensional (diniatkan), namun
Guthrie menganggap itu juga bias dijelaskan dengan hokum kontiguitas.
E.
Transfer training
Dalam
kaitannya proses belajar dan pembelajaran, Guthrie menolak konsep transfer
latihan. Menurut Guthrie jika seseorang ingin sukses dalam belajar, ia
sebaiknya latihan di tempat yang sama situasinya dengan tempat ia akan dites
nanti. Atau bahkan akan tinggi tingkat keberhasilannya jika seseorang tersebut
belajar di tempat di mana ia nanti akan di uji. Ini bias dimaklumi karena
stimulus dalam ruangan itu diasosiasikan dengan informasi yang sedang
dipelajari. Berbeda dengan hal itu, jika ia belajar di rumahnya, tak bias
dijamin bahwa pengetahuannya bias ditransfer ke ruang ujian. Berdasarkan asumsi
ini, tak usah kaget jika banyak mahasiswa berkata “ saya tak tahu dengan apa
yang terjadi. Mengapa saya tak mampu menghadapi ujian. Padahal, saya telah
belajar dengan baik dan merasa benar-benar telah menguasai materi pelajaran
yang diujikan. Namun, ketika masuk ruang ujian, apa yang saya pelajari seperti
hilang sama sekali.”
Pendapat
Ghutrie tentang pendidikan
Seperti
Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan
tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk suatu stimuli. Dia
menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang diinginkan
bersama dengan adanya stimuli yang akan dilekatkan padanya.
Motivasi
lebih tidak penting bagi Guthrie ketimbang Thorndike. Menurut Guthrie, yang
diperlukan adalah siswa mesti merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli
tertentu.
Latihan
(praktik) adalah penting karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk
menghasilkan perilaku yang diinginkan. Karena setiap pengalaman adalah unik,
seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali. Pada dasarnya Guthrie menerima
teori elemen identik Thorndike dalam soal transfer training. Probabilitas munculnya respons yang sama ke dua situasi
yang berbeda ditemukan oleh kemiripan antara dua situasi itu. Seperti
Thorndike, Guthrie menolak teori transfer disiplin formal dan menganggap bahwa
penerimaan atas pendapat itu akan menghasilkan praktik kelas yang buruk. Guthrie
dan Powers (1950) mengatakan: “penerimaan atau penolakan guru pada teori
disiplin formal dalam transfer, elemen identik atau generalisasi penjelasan,
akan tercermin di sejumlah praktik mengajar sehari-hari. Materi yang diberikan
guru jelas member bukti adanya penerimaan actual, atau verbal, terhadap doktrin
disiplin formal. Maka tujuan pendidikan hanya sekedar menyampaikan isi
pelajaran tertentu; metode pengajaran dan usaha menghubungkan isi pelajaran
dengan kebutuhan para pembelajar menjadi soal sekunder. Siswa harus
menyesuaikan diri dengan ketentuan mata pelajaran dan harus menjalani peran
pasif. Tugas utama pengajaran (instruksi) adalah menemukan apa minat siswa dan
bagaimana menggunakan insentif yang efektif dan bijak untuk memotivasi siswa
aktif belajar.
Seperti Thorndike, Guthrie percaya bahwa pendidikan
formal seharusnya menyerupai situasi kehidupan nyata semirip mungkin. Dengan
kata lain, guru Guthrian akan meminta siswanya melakukan atau mempelajri
hal-hal yang kelak akan mereka lakukan saat mereka lulus. Jadi, seperti kata
Thorndike, Guthrie mendukung program magang atau mentoring dan mendorong pendekatan pertukaran pelajar untuk
memperluas pengalaman belajar.
Guru Guthrian mungkin terkadang menggunakan hukuman untuk
mengatasi perilaku yang mengganggu, namun mereka menyadari bahwa agar hukuman
bias efektif, hukuman mesti dipakai saat perilaku disruptif itu sedang terjadi.
Lebih jauh, hukuman harus menimbulkan perilaku yang tidak kompatibel dengan
perilaku yang mengganggu itu. Hukuman idealnya menghasilkan perilaku yang
diinginkan,bukan sekedar menghentikan perilaku yang tidak diinginkan.
BAB
III
KESIMPULAN
A. Simpulan
Menurut
Guthrie belajar adalah kedekatan hubungan antara stimulus dan respons yang
relevan. Tanpa diulang-ulang pun jika antara stimulus dan respons telah terjadi
hubungan yang kuat, maka proses pembelajaran telah terjadi. Pembelajaran yang
normal terjadi dalam satu episode keterhubungan saja. Adapun, latihan yang
panjang dan pengulangan diperlukan untuk memantapkan keterampilan karena
keterampilan sesungguhnya membutuhkan banyak gerakan yang khusus untuk
dipasangkan pada banyak kondisi stimulus yang berlainan.
Hukum
belajar yang dikemukakan oleh Guthrie adalah hukum kontiguitas (law of
contiguity). Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi,
dan karenanya mencegah terjadinya nonlearning. Hukuman akan gagal jika perilaku
yang disebabkan oleh hukuman selaras dengan perilaku yang dihukum. Guthrie
percaya bahwa semua proses belajar dapat dijelaskan dengan menggunakan hokum
kontiguitas
Seperti
halnya Thorndike, Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan
menyatakan tujuan, yakni menyatakan respons apa yang harus dibuat untuk
stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan memunculkan respons yang
diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan padanya. Jadi
motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti
merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu.
Menurut
Guthrie jika seseorang ingin sukses dalam belajar, ia sebaiknya latihan di
tempat yang sama situasinya dengan tempat ia akan dites nanti. Atau bahkan akan
tinggi tingkat keberhasilannya jika seseorang tersebut belajar di tempat di
mana ia nanti akan di uji.
Daftar
Pustaka
B.R
Hergenhahn, Olson Matthew. Theories of
learning. 2008. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.
Rahyubi
Heri. Teori-teori belajar dan
aplikasipemelajaran motorik. 2014. Jawa Barat: Referens.
http://fitrika1127.blogspot.co.id/2012/05/teori-belajar-edwin-ray-guthrie.html
No comments:
Post a Comment
Terima Kasih, Komentar dan saran...
Sukses Selalu